Page 52 - Level B1_Isi APa yang lebih seru? SIBI.indd
P. 52
motor seolah tak memahami kelelahan sang matahari. menggunakan kaca. Tempat duduk di dalamnya
Mereka berlalu-lalang seolah berkejaran dengan waktu. menggunakan sofa-sofa berwarna lembut. Lampu-
Jalu menghentikan langkah ketika melihat sebuah lampu gantung menjulur di atas meja. Beberapa lampu
kedai kopi. Rupanya, sudah sejauh ini dia berjalan. Kedai sorot tersemat di sejumlah sudut dan sisi yang tepat.
itu adalah kafe yang pernah didatanginya bersama Kazu, Sementara, sebuah pendingin diletakkan pada dinding
Kang Raka, dan Utari. Jalu ingat, saat itu Kazu akan bar, siap memberikan kesejukan.
memberi kuliah secara daring, sehingga membutuhkan Saat pertama kali datang ke sini, Jalu merasa
layanan wip yang lebih stabil. Saat itu pulalah, kenang gagal paham mengapa Kafe itu masih membutuhkan
Jalu, Kazu memperkenalkan Haruto padanya. lampu sorot dan pendingin ruangan. Padahal, matahari
“Enggak jadi?” Jalu merasakan tangannya ditowel berhamburan masuk ke ruangan. jendela-jendela yang
oleh Ijad. tersemat pada dinding kaca juga bisa dibuka. Mungkin,
pikir Jalu kala itu, lampu-lampu itu akan memberikan
Jalu nyaris tertawa melihat tingkah Ijad. Dia efek tertentu di malam hari. Tebakannya benar. Senja
seperti seorang bapak yang sedang menuruti semua ini, dia bisa melihat efek cahaya dari setia lampu sorot
permintaan anaknya yang sedang merajuk. Meski yang terpasang. Indah sekali, pikirnya.
terseok-seok, Ijad terus berjalan disampingnya. Hati
Jalu menghangat. Ijad sangat setia kawan. “Jadi, apa rencananya?” tanya Ijad tanpa basa-basi.
“Tapi bayar sendiri-sendiri, ya?” imbuh Jalu, sambil “Kalem, atuh. Tenang. Belum juga duduk,” kata
menahan senyumnya karena malu. Jalu menenangkan. “Pesan dulu, lah.”
“Ayo. Sekalian cek pesaing,” ujar Ijad. Jalu mengangsurkan daftar menu pada Ijad, begitu
mereka duduk di salah satu sofa.
Mendengar celetukan itu, Jalu tertawa geli. Dia
tak habis pikir Ijad membandingkan kedai ini dengan “Buseet, bala-bala apaan harganya segini?” Jalu
warung miliknya. tersentak oleh omelan Ijad.
Ruangan kedai itu hampir sama dengan luas Jalu tertawa mendengar keluhan Ijad. Tanpa
lapangan di Kampung Naga. Dinding tembok berwarna sengaja, ingatannya kembali mendarat pada kunjungan
putih hanya setinggi lutut. Sisanya, didominasi oleh pertamanya ke kedai ini. Kala itu, Utari berhasil
kaca-kaca bening. Bahkan, salah satu sisi atapnya menggodanya habis-habisan karena memesan cassava
wedges yang ternyata adalah singkong.
44 Mengejar Menggali Ide 45
Bab 5
Haruto