Page 53 - Level B1_Isi APa yang lebih seru? SIBI.indd
P. 53

motor seolah tak memahami kelelahan sang matahari.   menggunakan  kaca.  Tempat  duduk  di  dalamnya
 Mereka berlalu-lalang seolah berkejaran dengan waktu.  menggunakan  sofa-sofa  berwarna  lembut.  Lampu-
 Jalu menghentikan langkah ketika melihat sebuah   lampu gantung menjulur di atas meja. Beberapa lampu
 kedai kopi. Rupanya, sudah sejauh ini dia berjalan. Kedai   sorot tersemat di sejumlah sudut dan sisi yang tepat.
 itu adalah kafe yang pernah didatanginya bersama Kazu,   Sementara, sebuah pendingin  diletakkan pada dinding
 Kang  Raka,  dan  Utari.  Jalu  ingat,  saat  itu  Kazu  akan   bar, siap memberikan kesejukan.
 memberi kuliah secara daring, sehingga membutuhkan   Saat  pertama  kali  datang  ke  sini,  Jalu  merasa
 layanan wip yang lebih stabil. Saat itu pulalah, kenang   gagal paham mengapa Kafe itu masih membutuhkan
 Jalu, Kazu memperkenalkan Haruto padanya.   lampu sorot dan pendingin ruangan. Padahal, matahari
 “Enggak jadi?” Jalu merasakan tangannya ditowel   berhamburan masuk ke ruangan. jendela-jendela yang
 oleh Ijad.    tersemat pada dinding kaca juga bisa dibuka. Mungkin,
               pikir  Jalu  kala  itu,  lampu-lampu  itu  akan  memberikan
 Jalu  nyaris  tertawa  melihat  tingkah  Ijad.  Dia   efek  tertentu  di  malam hari.  Tebakannya benar.  Senja

 seperti  seorang  bapak  yang  sedang  menuruti  semua   ini, dia  bisa melihat  efek cahaya dari setia  lampu  sorot





 permintaan  anaknya  yang  sedang  merajuk.  Meski   yang  terpasang.  Indah sekali, pikirnya.
 terseok-seok,  Ijad  terus  berjalan  disampingnya.  Hati
 Jalu menghangat. Ijad sangat setia kawan.  “Jadi, apa rencananya?” tanya Ijad tanpa basa-basi.


 “Tapi bayar sendiri-sendiri, ya?” imbuh Jalu, sambil   “Kalem,  atuh.  Tenang.  Belum juga duduk,”  kata


 menahan senyumnya karena malu.  Jalu  menenangkan.  “Pesan dulu, lah.”




 “Ayo. Sekalian cek pesaing,” ujar Ijad.  Jalu  mengangsurkan daftar menu  pada Ijad, begitu
               mereka duduk di salah  satu  sofa.



 Mendengar  celetukan  itu,  Jalu  tertawa  geli.  Dia



 tak habis pikir Ijad membandingkan kedai ini dengan   “Buseet, bala-bala apaan  harganya segini?”  Jalu


 warung miliknya.  tersentak oleh  omelan Ijad.



 Ruangan  kedai  itu  hampir  sama  dengan  luas   Jalu  tertawa mendengar keluhan Ijad.  Tanpa




 lapangan di Kampung Naga. Dinding tembok berwarna   sengaja, ingatannya kembali mendarat  pada kunjungan





 putih  hanya  setinggi  lutut.  Sisanya,  didominasi  oleh   pertamanya ke  kedai ini.  Kala itu, Utari berhasil




 kaca-kaca  bening.  Bahkan,  salah  satu  sisi  atapnya   menggodanya habis-habisan karena memesan cassava
               wedges yang ternyata adalah singkong.
 44  Mengejar                                   Menggali Ide  45
                                                     Bab 5
 Haruto
   48   49   50   51   52   53   54   55   56   57   58