Page 113 - qowaid
P. 113

QAWA’ID FIQHIYYAH



                           dhirar  diartikan  dengan,  “bagimu  tidak  ada  manfaatnya
                           dan bagi orang lain (tetangga) memudaratkan.
                                                                           84
                         b.  Ulama yang lain memberikan arti dharar dengan membuat
                           kemudharatan       dan    dhirar    diartikan    membawa
                           kemudharatan di luar ketentuan syariah.
                                                                     85
                             Dari  sini  para  fuqaha  menetapkan  asas  hukum  umum
                       dalam  hubungan  bertetangga,  bahwa  kebebasan  tetangga
                       dalam  menjalankan  hak  kepemilikannya  dibatasi  dengan
                       keharusan  tidak mendatangkan bahaya dan kerusakan yang
                       nyata pada hak tetangganya.
                             Berdasarkan  ketetapan  para  fuqaha  tersebut,  apabila
                       seseorang menimbulkan bahaya yang  nyata pada hak orang
                       lain   dan    memungkinkan        ditempuh     langkah-langkah
                       pencegahan  untuk  menepis  bahaya  tersebut  maka  orang
                       tersebut  dapat  dipaksa  untuk  mengambil  langkah-langkah
                       pencegahan untuk mencegah tersebut, namun ia tidak dapat
                       dipaksa  untuk  melenyapkannya.  Akan  tetapi,  jika  langkah
                       menepis  bahaya  tersebut  sudah  tidak  memungkinkan,
                       sementara  hal  itu  menyangkut  manfaat-manfaat  yang  pada
                       dasarnya merupakan keniscayaan, misalnya penutupan akses
                       matahari dan udara secara total bagi pihak tetangga, maka ia
                       dapat  dipaksa  untuk  melenyapkan  hal  yang  menyebabkan
                       bahaya tersebut.
                                        86
                             Dalam  segala  kondisi,  seseorang  tidak  dapat  dipaksa
                       untuk  menghilangkan  hak  miliknya  yang  berpotensi
                       menyebabkan  kemudharatan  bagi  orang  lain  (tetangga)  jika
                       memang ia lebih dulu ada sebelum si tetangga tersebut tinggal.
                       Misalnya jika seseorang menempati atau membangun rumah
                       di samping industri milik negara yang telah berdiri sebelum ia
                       menempati atau membangun rumah tersebut, maka ia tidak
                       berhak menuntut penutupan industri tersebut dengan alasan
                       efek negatif yang diterima dirinya.
                             Namun, apabila berkaitan dengan kemudharatan umum
                       (bahaya sosial), maka di sini tidak lagi dilihat apakah penyebab
                       bahaya tersebut terlebih dahulu ada atau baru, tetapi dalam


                   84  Ali Ahmad al-Nadwi, op. cit,. hlm. 88.
                   85  Hasbi Ash-Shiddiqie, Pengantar Hukum Islam, cet. III, (Jakarta: Bulan Bintang,
                   1963), hlm. 88.
                   86   Nashr  Muhammad  Wasil  dan  Abdul  Aziz  Muhammad  Azzam,  Qawa’id
                   Fiqhiyyah, cet. III, (Jakarta: AMZAH, 2013), hlm. 19.
                                                   102
   108   109   110   111   112   113   114   115   116   117   118