Page 129 - C:\Users\Acer\Music\MODUL FLIPBOOK DIGITAL\
P. 129
maka udara di sekitar kawasan industri akan tetap terjaga, sehingga masyarakat yang
tinggal di sekitarnya tidak terdampak serius oleh pencemaran.
e) Edukasi dan Kesadaran Masyarakat
Perubahan besar tidak akan terjadi tanpa kesadaran masyarakat. Edukasi tentang
bahaya pencemaran udara dan cara menguranginya perlu dilakukan sejak dini, misalnya
di sekolah atau melalui kampanye publik. Dengan memahami dampaknya, masyarakat
akan lebih peduli menjaga kualitas udara, seperti tidak membakar sampah
sembarangan, merawat kendaraan dengan baik, atau ikut serta dalam program
penghijauan.
Masyarakat juga bisa dilibatkan dalam gerakan lingkungan, misalnya program car
free day, penanaman pohon bersama, hingga kegiatan daur ulang sampah. Ketika
masyarakat merasa ikut memiliki tanggung jawab, maka upaya mengurangi pencemaran
udara akan lebih efektif dan berkelanjutan.
f) Pemantauan dan Teknologi Pengendali Polusi
Di era modern, teknologi bisa dimanfaatkan untuk memantau kualitas udara
secara real-time. Alat pemantau ini dapat memberi informasi kepada masyarakat
tentang tingkat polusi udara, sehingga mereka bisa mengambil tindakan preventif,
seperti memakai masker atau mengurangi aktivitas di luar ruangan saat polusi tinggi.
Selain pemantauan, teknologi juga bisa membantu dalam pengendalian polusi,
misalnya dengan pengembangan kendaraan listrik, penggunaan kompor gas ramah
lingkungan, hingga penerapan filter udara di dalam rumah. Semakin banyak teknologi
ramah lingkungan digunakan, semakin besar pula dampak positif yang dirasakan
terhadap kualitas udara.
Wilayah Jabodetabek tercatat sebagai salah satu daerah dengan pencemaran udara tertinggi
di Indonesia. Data Centre for Research on Energy and Clean Air (2025) menunjukkan kadar
partikel halus PM₂.₅ di kisaran 30–55 µg/m³, atau sekitar 6–11 kali lipat melebihi batas aman
WHO yang hanya 5 µg/m³. Di Jakarta dan Bekasi, rata-rata konsentrasi PM₂.₅ bahkan
melampaui 40 µg/m³, sementara Depok, Tangerang, dan Tangerang Selatan mencatat angka di
atas 55,4 µg/m³, yang menurut ISPU termasuk kategori tidak sehat. Beberapa kali, kualitas
udara Jakarta juga menempati peringkat terburuk dunia dengan AQI mencapai 140–174, masuk
kategori tidak sehat dan berisiko tinggi bagi kelompok sensitif. Fakta ini menegaskan bahwa
pencemaran udara di Jabodetabek telah menjadi masalah serius yang mengancam kesehatan
masyarakat serta menuntut penanganan segera.
121

