Page 60 - C:\Users\Acer\Music\MODUL FLIPBOOK DIGITAL\
P. 60

2.  Konservasi In-Situ: Menjaga Satwa di Habitat Aslinya
                        Kalau konservasi in-situ menjaga satwa langsung di alam liar, maka konservasi ex-situ
                   justru  melakukan  hal  sebaliknya:  membawa  satwa  atau  tumbuhan  keluar  dari  habitat
                   aslinya untuk dipelihara di tempat khusus. Mengapa demikian? Bayangkan seekor burung
                   jalak  bali  yang  jumlahnya  tinggal  puluhan  di  alam.  Jika  tetap  dibiarkan  hidup  di  habitat

                   aslinya yang sudah rusak dan penuh ancaman perburuan, besar kemungkinan burung itu
                   akan  benar-benar  punah.  Nah,  di  sinilah  konservasi  ex-situ  berperan—menjadi  “rumah
                   sementara”  yang  aman  agar  spesies  tersebut  bisa  berkembang  biak,  lalu  suatu  saat  bisa
                   dilepasliarkan kembali ke alam.
                        Di Indonesia, ada banyak bentuk nyata konservasi ex-situ. Salah satunya adalah Kebun
                   Raya, yang berfungsi menyelamatkan dan mengoleksi berbagai jenis tumbuhan dari seluruh
                   Nusantara.  Contoh  paling  terkenal  adalah  Kebun  Raya  Bogor,  yang  sudah  berdiri  sejak
                   zaman  kolonial  Belanda  dan  kini  menyimpan  lebih  dari  15.000  jenis  koleksi  tumbuhan.
                   Bayangkan,  tanpa  kebun  raya,  banyak  tumbuhan  langka  mungkin  sudah  hilang  sebelum
                   sempat kita kenali. Selain sebagai pusat penelitian, kebun raya juga menjadi “bank genetik”
                   yang  penting  untuk  masa  depan,  terutama  menghadapi  perubahan  iklim  dan  kerusakan

                   hutan.
                        Selain  itu,  ada  juga  penangkaran  satwa  langka.  Misalnya,  penangkaran  komodo  di
                   Flores,  yang  membantu  menjaga  populasi  reptil  purba  ini  tetap  stabil.  Di  Bali,  ada
                   penangkaran  penyu,  tempat  ribuan  tukik  (anak  penyu)  dilepasliarkan  ke  laut  setiap
                   tahunnya agar peluang bertahan hidup mereka meningkat. Sementara itu, jalak bali—yang
                   sempat  kritis  dengan  populasi  hanya  puluhan  ekor  di  alam—juga  berhasil
                   dikembangbiakkan di penangkaran di Nusa Penida. Dari situ, jalak bali dilepas kembali ke
                   alam  sehingga  kini  populasinya  perlahan  meningkat.  Cerita-cerita  keberhasilan  ini

                   menunjukkan bahwa penangkaran bisa menjadi “jembatan kehidupan” bagi satwa langka.
                        Bentuk  lain  dari  konservasi  ex-situ  adalah  kebun  binatang.  Meski  sering  dianggap
                   sekadar tempat hiburan, kebun binatang sesungguhnya punya peran lebih besar. Misalnya,
                   Kebun Binatang Ragunan di Jakarta dan Taman Safari di Bogor tidak hanya memamerkan
                   satwa, tetapi juga berfungsi sebagai pusat edukasi, penelitian, bahkan konservasi. Melalui
                   program pengembangbiakan, beberapa kebun binatang berhasil menambah populasi satwa
                   langka,  seperti  orangutan,  harimau  sumatra,  hingga  anoa.  Lebih dari  itu,  kebun  binatang
                   juga  menjadi  sarana  belajar  bagi  masyarakat,  khususnya  anak-anak,  agar  lebih  mengenal
                   dan mencintai satwa sejak dini.
                        Tentu  saja,  konservasi  ex-situ  punya  kelebihan  sekaligus  kelemahan.  Kelebihannya,
                   satwa  lebih  aman  dari  ancaman  perburuan  liar,  kerusakan  hutan,  atau  konflik  dengan

                   manusia. Bahkan, dengan perawatan khusus, peluang mereka untuk berkembang biak lebih
                   besar.  Namun,  kelemahannya  adalah  satwa  bisa  kehilangan  naluri  alaminya  jika  terlalu

                                                                                                         52
   55   56   57   58   59   60   61   62   63   64   65