Page 8 - E-MODUL PABRIK GULA KEDAWUNG "SALAH SATU BUKTI KEJAYAAN GULA DI PASURUAN"
P. 8
Terdapat berbagai pendapat tentang dampak tanaman tebu terhadap
masyarakat desa di Jawa pada masa kolonial Belanda. Kritikus Vitalis dan Van
Der Kolf berpendapat bahwa perkebunan tebu di Jawa memiliki dampak negatif
bagi perkembangan ekonomi masyarakat desa. Vitalis mengemukakan bahwa
perkebunan tebu di Jawa pada masa sistem tanam paksa telah mengakibatkan
semakin terjadinya “kepemilikan” tanah secara komunal dan hilangnya
“kepemilikan” tanah secara individual. Setelah tahun 1870, ketika eksploitasi
perkebunan tebu beralih dari pemerintah kolonial kepada para pengusaha
swasta. Kondisi itu tetap bertahan. Akibatnya, kelas petani kaya di pedesaan
mengalami kehancuran. Menurut Van Der Kolf, tekanan komunalisasi ini
merupakan penyebab tidak dapat berkembangnya kelas petani kuat di Jawa
yang berfungsi sebagai agen perkembangan ekonomi (Wasino. 2008:3).
Geertz mengemukakan bahwa dampak yang paling menonjol dari perkebunan
tebu di jawa sejak cultuurstelsel hingga pertengahan abad XX adalah terjadinya
proses involusi pertanian (agricultural involution) dan kemiskinan bersama (shared
poverty). terjadinya involusi karena tanaman tebu dan padi tumbuh dalam rotasi
pada sawah yang sama. jika basis ekonomi desa tradisional masih utuh maka akan
terjadi hubungan yang saling menguntungkan. namun dalam kenyataannya tidak
demikian, di satu sisi terjadi perkembangan cepat dalam perkebunan tebu yang
menguntungkan secara ekonomi bagi pemerintah kolonial dan pemodal asing, di
lain pihak terjadi pengurusan ekonomi agrarian penduduk bumi pura. pengurusan
ekonomi didukung dengan laju pertumbuhan penduduk yang cepat serta tidak
diimbangi dengan penambahan luas lahan sawah. dalam kondisi seperti ini orang
Jawa di pedesaan mengalami perkembangan ekonomi yang statis atau involusi.
Tesis Geertz itu menimbulkan pertanyaan sejumlah sejarawan dan ilmuwan sosial
lain, seperti Elson, Knight, Van Niel, Husken, Kano, Djoko Suryo serta Vincent Houben.
umumnya mereka berangkat dari pertanyaan apakah kondisi sosial ekonomi
pedesaan yang suram itu berlaku untuk seluruh Jawa, atau bervariasi untuk tiap
wilayah perkebunan (Wasino. 2008:4).
5