Page 100 - THAGA 2024
P. 100
Matahari senja di sini tak menampakkan jati dirinya, tertutup
gagahnya benteng bentang pegunungan. Selanjutnya aku
mengajak Rina bersiap menuju atas lagi dengan mengendarai
ojek motor yang menunggu kami tepat seberang tulisan KWB
Paralayang. Hanya 15 menit kami sudah diangkut kembali
di puncak Gunung Banyak. Setelah tiba di wisata Gunung
Banyak, Rina meminta untuk diantar ke kamar kecil. Sembari
menunggu, aku berjalan menuju kendaraan untuk mengambil
hoodie Uniqlo warna biru dan botol merah berisi air surga,
semoga menghangatkan kami saat bercengkrama nantinya.
Sekembalinya dari parkiran, aku mendapati Rina sudah
berbicara dengan lelaki berambut klemis. Dari kejauhan aku
menangkap senyum Rina terkembang berkali-kali. Entah apa
yang sedang mereka obrolkan, dan siapa lelaki itu. Yang cukup
meresahkan adalah apa yang terjadi pada hatiku. Daging
seonggok dalam tubuhku meradang diikuti perut yang terasa
mulas. Tanda-tanda alami lelaki harus melindungi naungannya.
Sebentar saja meleng, sudah ada yang menggaet, pikirku.
Begitulah lelaki, terkadang mau memainkan buruannya tapi
tidak mau jika buruannya dimainkan. Tips bagi perempuan,
saat diajak bicara orang yang tidak dikenal terlebih lawan jenis,
mending tidak usah ditanggapi. Lebih baik dikatakan jutek
dari pada ramah. Karena bagi perempuan, menjadi ramah itu
sangat berbahaya. Sebab lelaki didukung si A’war mempunyai
seribu satu cara dan akal bulus untuk menggoda.
“Ayo, Rin jalan!” ajakku sembari menarik tangan Rina
tanpa melihat lelaki itu. Ada rasa bersalah melihat wajahnya
yang masih pias. Seharusnya aku berterimakasih pada lelaki
yang tadi sempat menghiaskan senyum pada wajah Rina. Tapi
seonggok daging dalam tubuhku tak terima jika ada orang lain
92 THAGA
GALGARA