Page 98 - THAGA 2024
P. 98
kota Batu yang tadi kita minum susu.” Aku menjelaskan bagai
guide luar angkasa ditengah dersik.
Kurang lebih sepuluh menit sudah kami menjadi seperti
burung yang terbang bebas lepas. Adrenalin kami terpacu setiap
melakukan manuver berganti arah posisi, sengaja memacu
adrenalin, karena semakin adrenalin terpacu maka perempuan
itu akan semakin sayang. Terkadang, aku ingin menjunam atau
menukik tajam untuk memberi pengalaman tak terlupakan tapi
aku kira terlalu beresiko bagi Rina. Biar saja dia duduk manis
menikmati kota Batu dari sudut pandang epik seekor burung.
“Kamu percaya sama Kakak, kan?” Dia menjawab dengan
teriakan iya dengan nada cemas. Memanfaatkan bantuan arus
udara panas yang naik keatas, aku menambah ketinggian.
Jemariku menarik kekang tali paracord lalu melakukan
manuver akrobatik yang membuat level kengerian lain. Parasut
kami berputar mengitar kencang bagai layang puspang tengah
yang berputar. Manuver ini membuat aliran darah pada tubuh
Rina mengalir sederas-derasnya. Dan teriakan ah terdengar
semakin kencang.
Cukup membuat tubuh Rina bergetar, aku mempersiapkan
pendaratan. “Rin kita persiapan landing, ya. Kamu nanti angkat
kaki tinggi-tinggi, yang mendarat aku dulu kamu rileks saja ikuti
aku!” Genggamanku menarik brake handle yang terhubung tali
paracord ke bawah membuat parasut miring sekitar 70 derajat.
Berputar semakin kebawah mengikuti gravitasi. Bagai burung
alap-alap yang hendak menerkam mangsa. Ketinggian kami
sudah mencapai sepuluh meter untuk landing di titik pendaratan
yang berupa lapangan.
“Rin lurusin kakimu ke depan, angkat tinggi-tinggi!”
perintahku kala parasut kami semakin mendekati point
pendaratan. Tak sampai 5 detik, kakiku hampir menyentuh
90 THAGA
GALGARA