Page 93 - THAGA 2024
P. 93
“Lagi males ke air, Kak. Di sini saja gak papa, kan? Kacanya
gelap, kan, Kak?”
“Boleh, Rin. Aku tunggu di luar kalo gitu, atau ... mau aku
jagain di sini saja?”
“Ye ... maunya Kakak. Gak papa kalo Kakak kuat.” Matanya
mengerling menantang.
“Canda.” Laki-laki mana yang mampu? Aku pun keluar
sambil membakar rokok sebatang. Sebenarnya rokok marlong
begini kurang cocok buat kondisi banyak angin, cepat habis
dibakar angin. Belum juga tandas sebatang, Rina sudah keluar
dengan kaos lengan panjang dan rambut tergerai diselipi
kacamata hitam polaroid Rayban.
Aku mengajak Rina naik menapaki anak tangga menuju
puncak Gunung Banyak. Dari ketinggian 1.315 mdpl sini
terlihat jelas lansekap kota Batu dan kota Malang bagai kolase
yang dibentengi bentangan Gunung Arjuna Welirang, Gunung
Semeru, Gunung Buthak Kawi dan Gunung Panderman. Di
atasnya kubah langit berwarna biru berhias awan stratus
berwarna putih keabu-abuan yang membentuk lapisan tipis dan
lebar. Aku lihat bibir Rina tak henti-hentinya berdecak kagum
dan matanya terpana memandang area sekitar. Wajar saja
banyak pengunjung yang berlomba mengabadikan momen
di tempat ini, karena tiap sudut pemandangan di sini seperti
lukisan yang catnya belum kering.
Sedangkan bagiku yang menyukai olahraga pemacu
adrenalin, daerah pegunungan seperti ini adalah tempat yang
cocok untuk bermain paralayang. Karena kontur permukaannya
bisa menghasilkan arus udara naik yang dibutuhkan oleh
paralayang untuk bisa membubung ke udara hingga pada
ketinggian yang dianggap aman. Gaya angkat yang ditimbulkan
THAGA 85
GALGARA