Page 91 - THAGA 2024
P. 91
Setelah melihat Hotel Ind di sebelah kanan jalan, kendaraanku
berbelok ke kanan menuju Jalan Raya Songgoriti. Udara terhirup
sejuk, sampai di daerah Payung yang berjejer warung jajanan
jagung bakar. Jalanan mulai menyempit, tanjakan mulai terjal,
turunan mulai curam dan berkelok-kelok menerapkan prinsip
bidang miring. Sangat khas pegunungan dengan bentangan
tebing dan jurang di kiri kanan. Segalanya dikuasai warna hijau
indah tapi harus tetap waspada. Dari atas jalanan sini, lanskap
jajaran pegunungan Gunung Banyak terlihat membentang, dan
kawasan wisata legendaris Songgoriti terlihat seperti susunan
lego. Aku jadi mengingat keramahan penduduk Songgoriti yang
tersohor sejak jaman kolonial. Pasalnya saat kita ke sana, siapa
pun kita, kenal atau tidak, pasti diajak mampir. Ah, jadi ingin
ngajak Rina mampir.
Sesampai melewati patung sapi arah air terjun Coban
Rondo, kendaraan terus melaju sampai bertemu pertigaan.
Belok ke kanan lalu ambil gang di kiri jalan, tinggal ikuti jalanan
utama desa hingga tiba di pos perizinan. Tiket untuk dua orang
dewasa sudah aku dapatkan, ditambah satu kendaraan tak
menghabiskan uang 100 ribu. Kawasan hutan dipenuhi ragam
pepohonan pinus khas perhutani yang lembab. Aroma khas
segarnya menguar terhidu bersama sepoi angin sore. Jemariku
menyentuh tombol power window untuk menurunkan setengah
jendela sisi kiri. Wajah Rina terllihat senang, tangannya keluar
merasakan sejuk hawa pegunungan.
“Seger banget, ya, Kak,” ucapnya kagum, “enak banget
suasananya.”
Kabut tipis turun menyambut kedatangan kami. Warna hijau
dan cokelat pepohonan mendominasi tiap jengkal pandangan
kami.
THAGA 83
GALGARA