Page 99 - THAGA 2024
P. 99
tanah, tapi naas bagi Rina yang terlambat mengangkat kedua
kakinya. Kakinya terantuk tanah membuat tubuh lencirnya
terjengkang ke depan. Tubuh bagian depannya terseret dan
bergesekan dengan rumput-rumput hijau hingga menjadi
rem alami. Bunyi gesekannya bergemerisik merdu, sebelum
akhirnya kedua kakiku menapak untuk menahan tubuhnya
agar tak terseret lebih jauh. Hal ini membuat kami mendarat
sedikit meleset dari poin pendaratan. Sebelum akhirnya
parasut kami terhempas ke tanah. Dan Rina terduduk di atas
rerumputan dengan kaki terjulur setelah berguling terlentang.
Jemariku segera melepas kaitan D screw pada parasut untuk
melepaskan kuncian harness Rina. Kedua telapak tanganku
memegang pundaknya dan memastikan dia dalam keadaan
baik pasca terjadi guncangan.
“Rin, baik, kan? Maaf, ya, jadi sedikit sakit. Ini latihan
jadi manusia. Soalnya kita asal dari tanah dan bakal kembali
ke tanah,” candaku serta mencubit pipi kirinya gemas. Rina
mengaduh dengan menahan tawa. “Bukan sakitnya tapi
malunya ini loh, Kak.”
Seorang fotografer dengan lensa tele memotret momen
kami. Sejak melayang hingga pendaratan, kami sudah menjadi
model bidikannya. Satu fotonya hanya 5 ribu, sangat worted
dengan kenang-kenangan yang dihasilkan. Aku mengulurkan
tangan pada Rina yang wajahnya nampak pias. “Berdiri Rin,
kita foto dulu!” Seraya menarik tubuhnya untuk berdiri.
Rina berdiri lunglai di sisi kiriku, lalu memelukku dari
samping dan mengangkat ibu jari kanannya saat aba-aba
fotografer mengambil gambar kami. Rina tak melepaskan
pelukan, sembari menatapku bibir tipisnya mengucapkan, “Kak
Gal jelek.”
THAGA 91
GALGARA