Page 248 - THAGA 2024
P. 248
Kini aku duduk mencangkung dan mendekap erat lututku
yang bergetar. Lututku terasa lemas seolah tak ada tulang
penyangga. Tak berani aku menatap nyalang matanya. Di saat
begini, yang paling aman adalah diam dan mengalah. Aroma
bunga melati berganti uaran bunga cempaka menandakan dia
sedang marah.
“Aku janji gak akan melakukan meski dia meminta. Aku
tetap memegang janjiku.” Gigiku bergemeletukkan kala
mengucapkannya. Berkali-kali aku menelan saliva yang
mengering. “Sumpah demi darahku yang manis. Aku gak
pernah ayut lagi.”
Aroma cempaka itu berangsur menghilang. Aku pun
mendongakkan kepala. Sosok cantiknya sudah pergi. “Berhasil
juga aku mengelabuinya. Sepertinya level permainanku sudah
bisa untuk kaum lainnya. Bukan hanya untuk manusia,” batinku
membisik, jiwaku seolah menari-nari bersama kupu-kupu. “Ah
sepertinya aku bisa macarin Ratu Ratu yang lainnya.”
Tiba-tiba aroma itu datang lagi. Bunga melati. Aroma hilang
timbul. Sosoknya kembali hadir. “Bilang apa tadi?” tanyanya
datar dengan jarak hanya sedepa.
Aku hanya berani menatap kakinya yang napak. Kuselusuri
tubuh jenjangnya hingga di leher. Liontin. Ya benda sialan
berwarna merah kristal itu yang bisa membuat dirinya terlihat di
alamku. Tapi biasanya dia hanya menampakkan diri terhadapku.
Itupun hanya sejenak. Apapun yang beda alam pasti hanya
bisa eksis sejenak. Sama seperti ikan hiu yang merajai laut,
dia akan terkapar tak berdaya melawan saat berada di darat.
Begitu logikanya suatu ketika aku memberi petuah bagi mereka
yang penakut, tapi memang kalo tak terbiasa dalam prakteknya
bisa berbeda.
240 THAGA
GALGARA