Page 250 - THAGA 2024
P. 250
“Baik, Pak, terimakasih. Saya akan istirahat saja di kamar,”
balasku sembari menyahut paper bag berisi pesanan Nastiti.
“Selamat malam.” Dia membalasnya dengan anggukan ramah.
Setiba di kamar 1213, aku turut disambut roman tak
mengenakkan yang terpancar dari wajah Nastiti. Namun, di
depan gadis ini, aku harus mengukirkan senyum terbaikku.
“Kamu habis ada sesuatu, ya, Gal?” Entah mengapa
perempuan selalu punya firasat yang kuat. Sorot mata teduhnya
menajam. “Wajahmu pucat. Kenapa menggigil gini?”
Ah sial mendadak aku lupa caranya tersenyum. Lebih
tepatnya bingung linglung.
Nastiti pun mengibaskan tangannya. “Malah melamun.
Udah gak usah cuci kaki. Sini kamu selimutan dulu.” Seperti
biasa, Dia memerintah. “Aku buatkan teh hangat dulu kalo gitu.”
Tangannya menghamparkan selimut di tubuhku yang terduduk
di ujung kasur. Kini aku pun terkungkung di dalam balutan
lembar selimut.
Entah berapa lama aku terlipat dalam selimut, Nastiti pun
menyingkapnya.
“Gal, ayo, diminum dulu! Mumpung masih hangat.”
Tangannya menyorongkan gelas berisi teh hangat. “Badanmu
hangat begini, Gal.” Kali ini tangannya menangkup wajahku.
“Kamu kenapa, Gal? Kayak abis lihat hantu saja. Habis ini
makan, ya. Keburu nasi bebeknya dingin. Mau disuapin?”
Aku menggelengkan kepala. Entah kenapa nafsu makanku
menguap. Nastiti segera membuka bungkusan di dalam paper
bag.
“Apa ini, Gal? Tangannya cekatan membuka selarik kain
putih berisi mustika, sebuah liontin merah. “Ngapain kamu
bawa benda begini? Ini kan benda ....” Nastiti menggantung
kalimatnya seolah sedang mengingat sesuatu.
242 THAGA
GALGARA