Page 318 - THAGA 2024
P. 318
Sengatan mentari yang tepat berada di ubun-ubun
menandai kala aku sampai di pintu masuk area kebun teh
Wonosari Lawang Malang. Angin berhembus segar tak jua
meredahkan panasnya otakku yang mendidih. Indahnya
hamparan kebun teh tak cukup mengalihkan perasaan kalutku
akan keselamatan Nastiti. Aku menemukan sosoknya berada
di gazebo hotel Rollaas yang berada di tengah area kebun teh.
Tubuhnya disurukkan ke tubuhku kala baru sejenak aku
selesai memarkir motor. Pelukannya erat menandakan ada
rasa takut yang mencekam didalam sana. Gerung tangisnya
begitu asing sehingga mencabik hatiku, sengguk tipis seperti
menahan sebuah beban yang tak terluapkan turut membuat
hatiku nestapa.
“Udah ... aku sudah di sini. Semua baik-baik saja. Kita duduk!
Cerita pelan-pelan!” Aku melihat lingkaran hitam di bawah bola
matanya melebar, kelopaknya bengkak dan sembab. Seperti
kombinasi antara kurang tidur dan kesedihan yang menjadi
satu.
Tubuhnya limbung kala aku memapahnya duduk di gazebo
dengan dilatari asrinya hotel Rollaas. Angin berembus lumayan
kencang meremangkan bulu kuduk. Pori-pori kulit mulai
menggelembung. Namun, hati seperti dipenuhi bara api.
“Mau cerita sekarang, di sini atau nanti di rumah saja?”
tanyaku yang masih belum ada jawaban. “Jangan nangis di sini,
diliat banyak orang gak enak, Nas,” ujarku padanya. Tubuhnya
masih menggelayut tak ingin melepaskan tubuhku.
“Gal, aku cerita tapi jangan bilang ke Ayah Ibu, ya. Aku juga
bingung harus gimana?”
“Iya cerita saja.” Aku mengusap kerudungnya yang tampak
kusut sana sini.
310 THAGA
GALGARA