Page 315 - THAGA 2024
P. 315
“Maksudku aku mau nemuin dia buat terakhir kalinya. Aku
mau batalin tunangan.”
Napasku terembus cukup keras. “Syukurlah, aku kira setelah
kejadian ini kamu masih mau lanjutin. Apa gak bahaya kalo
kamu datang sendiri buat batalin?” tanyaku mulai menimbang
kemungkinan risiko yang bakal dihadapi Nastiti.
“Udah, Gal kita ke hotel dulu. Nanti lanjutin ngobrolnya.
Dingin banget ini,” ujarnya sembari menggaruk kulit. Dia selalu
muncul bercak merah gatal kala terlalu dingin.
Segera aku larikan motor ke Surabaya. Tepatnya ke hotel
JW Marriott di Jalan Embong Malang. Mentari hampir saja
menunjukkan sinarnya kala aku sampai di mulut gerbang hotel.
“Untunglah gak sampai kena matahari,” batinku.
Kami segera berjalan menuju kamar 1213. Nastiti
berhambur menuju kamar mandi, runguku terdengar suara
aliran air dari shower. Mataku pedih antara ngantuk dan lelah
tapi tak bisa tidur, bahasa Jawanya kancilen. Aku pun berusaha
memejamkan mata dengan duduk bersandar rebah di sofa.
Pipiku terasa dingin kala tangan Nastiti menyentuhnya.
“Bangun, Gal, aku berangkat dulu,” ujarnya yang langsung
membuatku duduk tegap dari posisi rebah.
“Loh, cepet banget, apa aku yang ketiduran, ya,” batinku
sambil mengusap mata.
“Nanti sarapan sendiri, ya. Aku harus berangkat duluan
sebelum acara dimulai,” ujarnya terburu. Kepalanya dibalut
kerudung pasmina chiffon warna champaign. Tubuh rampingnya
dibalut dress, inner warna krem dan outer berpayet warna beige.
Kakinya dialasi heels warna senada. Uaran aroma parfumnya
begitu soft kala melintas di depanku. “Aku pamit, ya, Gal.” Dia
mencium punggung tanganku.
THAGA 307
GALGARA