Page 36 - THAGA 2024
P. 36
“Ehm. Boleh. Ayok. Tapi janji kasih tau, ya!” Rina
menyodorkan jari kelingking.
“Ehm.” Aku memasang senyum miring, lalu menautkan
jari kelingking. Tampaknya agenda pribadi sudah bisa dimulai,
pikirku. Namun sebelum itu, aku harus menghiburnya dengan
sering-sering mengajaknya bercanda, atau berjanji mengajak
jalan-jalan, berbelanja atau makan-makanan yang dia suka. Itu
salah satu tips untuk membuat wanita nyaman selain menjadi
pendengar yang baik dan simpati terhadap perasaannya.
Dari parkiran depan Masjid Agung kota wisata Batu, kami
jalan ke selatan. Tampak separuh bahu jalan menjadi tempat
kendaraan berjejer. Ribuan pengunjung menyemut memadati
jalanan. Di dalam alun-alun bianglala menjadi pusat perhatian.
Deretan kios penjajah makanan, asap bakaran mengepul,
membangkitkan hasrat untuk memanjakan lidah siapa saja
yang berstatus sebagai wisatawan.
“Susu Nandhi, kan, Kak?”
“Boleh.” Aku menatap iris mata cokelatnya yang mengkristal.
“Bantu sebrangin!” Tangannya menggamit lengan kiriku.
Mataku awas melihat jalur searah kendaraan. Jantungku
berdegup kencang, bukan karena adrenalin mau menyeberang.
Gamitan tangannya membuatku merasa seperti seorang
pasangan.
Namun, di otakku berkelindan pertanyaan. Bagaimana
hukum gamitannya? Lalu, soal melihat aurat pada rambut
indahnya? Lalu soal pakaian terbukanya? Lalu soal berdua di
dalam kendaraan? Ya, Tuhan berdosakah hamba? Ah, sudahlah
aku pikirkan nanti saja.
Yang pasti, aku harus segera mentaubati segala salah dan
khilafku. Menyesali dari dalam hati meski nanti akan terjadi
28 THAGA
GALGARA