Page 41 - THAGA 2024
P. 41
belas hari. Selebihnya tidak terhitung darah haid, tapi darah
istihadah. Nah itu kamu wajib salat Rin meski keluar darah.”
“Gitu, ya, Kak? Tapi Rina gak bawa perlengkapan mandi.”
“Ehm. Gak papa Rin kamu salat dulu untuk menghormati
waktu salat. Nanti kalo udah di rumah mandi besar. Kalo waktu
salatnya habis bisa diqodlo.”
“Gitu, ya, Kak?”
“Iya.”
“Gimana, ya. Rina ragu, Kak. Kalo gitu Rina tunggu di
sini dulu, deh, Kak.” “Ehm ... yaudah kalo gitu, saya balikin
mukenahnya.”
“Iya, Rina di sini saja, ya, Kak.”
“Senyamanmu.” Otakku berpikir, andai kamu dulu pernah
belajar kitab Uyunul Masail Linnisa’ tentang fiqh perempuan
atau minimal kitab Safina Najja Rin, aku kira kamu gak akan
kesulitan memahami aturan untuk dirimu sendiri. “Saya salat
dulu, Rin.”
Sedikit terenyuh hati ini melihat kondisi Rina, tetapi selamet-
selamet, batinku. Kok, bisa-bisanya aku menelurkan fatwa
boleh salat sebelum mandi besar saat hadas. Sok-sokan ngasih
bimbingan tapi ngawur. Ini yang dinamakan orang bodoh bicara
soal agama. Bahaya!
Setali tiga uang dengan wejangan mbah Moen. “Koe iki
sopo kok wani wanine berfatwa?”
Ah sudahlah. Aku berjalan menuju masjid. Entah mengapa
tiap mau masuk masjid badan terasa panas. “Lebih baik nyari
warkop sambil nunggu jamaah selesei ibadah, abis itu kembali
ke Rina,” pikirku dibarengi gumaman. Pencitraan untuk terlihat
baik itu perlu. Inilah bisikan spesialis rekanku si Khanzab
yang mendukung penuh keputusanku. Rekanku ini pasti akan
menempuh segala cara agar aku punya beribu alasan untuk
THAGA 33
GALGARA