Page 43 - THAGA 2024
P. 43
aku sadar, ini akan menjadi hutang dalam hidup selanjutnya.
Kelak saat tiba waktunya, aku akan ditanya tentang kewajiban
yang tak kutuntaskan. Mungkin saat itu, aku baru tahu rasa,
sudah menyia-nyiakan hidup dengan memilih hal-hal yang tidak
berguna.
Terkadang aku perlu menghindari otoritas dan aturan dalam
bentuk apa pun. Jika aku gak bisa hidup berdasarkan pikiran
sendiri, atau mengikuti nurani tentang hal benar atau salah. Apa
gunanya hidup? Falsafah ini yang aku pegang teguh hingga
sering membuat diri inimencicipi mobil polisi dan kejaksaan
yang penguk itu.
Ah, biarlah dulu, ini semua perjalanan hidup. Apalagi hidup
itu misteri. Selama hidup masih koma, belum titik, apa pun bisa
terjadi, yang penting, kan, endingnya. Sebab itu, aku tetap harus
menjalankan agenda pribadi dan menikmati peran di panggung
kehidupan yang penuh sandiwara ini.
Awan sirus tampak berlapis-lapis bagai sutra di atas sana.
Begitu juga si Raja bintang yang sinarnya membentuk bayangan
condong sedikit ke arah tenggara. Aku bergegas menemui Rina.
Hampir lupa, aku harus mencuci muka dan basahi rambut dulu,
biar tampak cahaya diwajah.
Memasuki sedan hitam, aku melihat Rina terlelap entah
sedang bermimpi apa. Aku pandang wajah cantik gunungnya,
teduh. Perempuan bermake up minimalis begini biasanya masih
gadis. Ah benarkah? Kamu pasti setuju jika di zaman ini banyak
janda belum menikah, no judge. Setidaknya itu teori yang aku
temui di jalanan sana.
Atau lihat saja nanti kalo Rina menjadi pengantin. Saat
dipasang bunga cempaka pada tubuhnya. Kalo bunga
cempakanya masih kuncup dan baunya harum, maka dia masih
gadis. Tapi kalo bunga cempakanya mekar dan agak berbau
THAGA 35
GALGARA