Page 47 - THAGA 2024
P. 47
Kendaraan kami memasuki pelataran luas parkiran Nendes
Kombet. Cafe dengan panorama alam yang memanjakan
mata, akan semakin memuluskan agenda pribadiku. Konsep
landsekap pegunungan Kawi dan pemandangan hijau sawah
ditambah angin sepoi-sepoi, membuat vibes Malang santuy
semakin terasa.
Rina menggandeng kadang menggamit tanganku. Kami
berjalan pada galangan sawah menuju bangunan utama.
Gemericik suara air pada irigasi mengingatkan suasana
pedesaan dengan hawanya yang segar. Kelompok ikan Mas
dan ikan komet warna orange lucu berkejaran. Liat barisan
padi itu, bersih dan hijau sedang tumbuh bersama. Mungkinkah
bibit-bibit perasaan itu mulai menguncup tumbuh juga.
Kami memilih duduk di pojok setelah melewati birai tangga.
Tepatnya di depan panggung live akustik cafe. Namun karena
tidak ada penampilan, kami memutuskan untuk ambil tempat di
lantai dua saja.
“Kak Gal mau pesen apa?” tanyanya sembari membolak-
balik lembaran buku menu.
“Pesenin yang kamu suka saja, Rin. Kan, kamu yang
nraktir,” tawaku terkekeh.
“Ih, inget aja, loh.” Sempet-sempetnya mencubit lenganku.
“Kak umak doyan pedes, kan?”
“Enggak. Saya tim anti pedes. Tapi tolong mintakan dua
cabe utuh sama acar ya!”
“Oke, Kak. Rina pilihin sama minumnya, ya.”
“Kopi susu saja, Rin, kopinya Arabica.”
Rina mengangguk, lalu berjalan menuju meja kasir. Entah
apa yang dipesannya. Mataku menerawang menuju bentangan
pegunungan Putri yang berjajar membiru. Aroma kayu gaharu
mendadak mendistrak otak.
THAGA 39
GALGARA