Page 49 - THAGA 2024
P. 49
“Ayam goreng moyang, Kak. Tau?”
“Wah resep asli keluarga, tuh. Ayamnya direndem air
kelapa.” Sebagai orang yang pernah berkecimpung di dunia
kuliner. Aku jelas memahami berbagai menu. Bekal berharga
untuk terlihat berwawasan. “Kamu sendiri pesen apa, Rin?”
“Penyetan Agi.”
“Penyetan Iga maksudnya?”
Dia terkikik, “Iya.”
Tak berselang lama, pesanan kami datang. Pelayan dengan
senyum ramah turut membangun suasana nyaman. Dengan
cekatan pelayan memastikan pesanan kami lengkap tersedia.
Kini semua sudah terhidang.
Bagian tubuh kami yang pertama kali menikmati makanan
tentu bukan lidah, tapi mata. Hidangan ini terlihat gawat.
Aku memindai sepotong dada ayam moyang berwarna
golden brown yang terlihat empuk dan juicy. Toping parutan
kelapa sangrai mengkilat bertaburan, terlambang kaya akan
rempah. Nasi pulen ditaburi bawang goreng menambah paduan
rasa gurih. Kondimen sambal bajak merah bata serta potongan
acar dari timun dan wortel segar aku rasa bakal mengimbangi
cita rasanya.
Menatap menu pesanan Rina, membuat mataku nanar.
Seongggok daging iga berwarna cokelat kilap dengan gosong
sana sini khas iga bakar memberi sinyal gawat pada otak.
Letupan brown saus dengan aroma oregano dan thyme sudah
melonjak lonjak menyeruak penciuman. Ini bakal menggoyang
lidah dan membangkitkan selera kontinentalku. French fries
dan potongan wortel serta kacang kapri boleh disepelekan.
Iganya ini, loh. Oh mo.
Otakku tersadar, “Rin, sini in dulu makananmu.” Sambil
menarik hot plate di depan Rina, tanganku memoles garpu
THAGA 41
GALGARA