Page 368 - THAGA 2024
P. 368
merah dan sepiring wajik berwarna golden brown. Salivaku
terasa penuh di mulut kala mencium wangi wajik Magelang
yang terkenal bertekstur lembut.
“Mas, ini Ibu. Bu, ini Mas Galang,” kenalnya setelah
meletakkan nampan berisi makanan minuman di atas meja lalu
menangkupkan depan dada dan mengangsurkan Ibu jarinya.
Saat ini rasanya aku ingin memutar waktu lebih cepat.
Aku mengulaskan senyum paling sopan dan menyambut
dengan berdiri lalu mencium punggung tangan ibu Arum dengan
takzim. “Saya Galang, Bu, maaf bertamu sian-siang begini.”
Ibu Arum terlihat masih muda menatapku seperti sedang
mengingat-ingat sesuatu dan sekilas aku menatap lamat-lamat
sepertinya pernah bertemu tapi di mana ya.
“Oh sialan, dulu ini kan temen matchku diaplikasi api merah,
batinku. Aduh mana dulu agak menjurus lagi percakapan kami.
Semoga saja ibu Arum gak inget, untung waktu itu aku pake
nama samaran.”
“Silahkan duduk, Nak Galang. Diminum dulu sirupnya,
maaf, ya, adanya baru itu. Maklum orang desa. Itu wajiknya
juga dicoba. Jangan malu-malu,” ujarnya ramah. Ibu Arum
mengenakan jilbab dan pakaian serba hijau dengan gelang
emas kala itu.
Tanganku segera mencecap segelas sirup rasa leci yang
segar. Berikutnya aku cubit sepapan wajik yang rasanya manis
dengan tekstur benar-benar lembut. Memang jagoan orang sini
kalo bikin wajik. Pulen, manis dan gak nyangkut di tenggorokan.
“Nak Galang aslinya mana? Sudah lama kenal Arum?”
Suara ibunya lembut namun mata dan alisnya yang menaut
seolah menelanjangi niatku.
“Saya Surabaya, Bu. Kenal sejak zaman kuliah, dulu
kampus saya ada kunjungan ke kampus Arum. Dari situ kami
360 THAGA
GALGARA