Page 525 - THAGA 2024

dengan sambal yang pedas dan rasa asam dari serutan
mangga muda, membuat lidah kami tak bisa berkata-kata.
Saliva kami begitu deras menggenang kala mata kami pertama
kali melihatnya, dan keringat kami turut membulir kala berada
dipertengahan suapan.
Dering telepon di gawaiku menjeda acara santap siang.
Aku membaca pesan yang tampaknya dari Nabila. “Mas Gal,
sore ini tolong temui Nabila di hotel Niagara Lawang Malang.
Ada hal penting yang harus saya sampaikan langsung. Maaf
dadakan.”
Kubaca pesan dari Nabila dengan jantung berdebar. “Ada
apa lagi nih, gak bisa apa ngomongnya via telepon? Ganggu
makan enak saja dah,” rutukku dalam hati.
“Ester, abis ini kamu istirahat, ya. Aku ada kerjaan di
Malang. Kamu aku anter balik dulu ke rumah singgah, nanti aku
temenin sekembalinya dari Malang,” tuturku halus.
“Aku gak boleh ikut, kah? Nanti aku tunggu di mana gitu,
Gal?” pintanya.
“Lebih baik kamu istirahat dulu Sayang, biar lekas membaik.
Hari ini cukup jalan-jalan ke Madura dulu. Pelan-pelan biar kamu
kuat lagi. Nanti kita agendakan ke Malang berdua, deh, tapi
buat jalan-jalan, bukan ikut aku kerja gini. Nurut, ya,” jelasku
lembut.
“Yaudah, deh nurut. Maafin aku, ya, Gal. Selama ini gak
nurut kamu. Egoku masih tinggi banget, ya? Terimakasih, ya
sudah sabar hadepin aku,” ujar Ester menitikkan eluh.
“Loh, kok, malah nangis. Bentar aku lap dulu. Udah jangan
nangis, ya, diliat orang pamali, Sayang,” pintaku seraya tangan
kiriku mengusap air matanya dengan tisu.
Setelah puas menikmati bebek Sinjay. Aku segera

THAGA 517
GALGARA