Page 542 - THAGA 2024
P. 542
cepat menyiapkan diri menghadapi perkara hukum yang akan
menimpa. Aku bergegas pulang ke rumah orang tua untuk pamit
meminta restu dan memberi tahu Nastiti, mungkin pernikahan
dengannya harus ditunda atau batal sama sekali.
Kendaraanku terburu-buru memasuki halaman rumah
orang tua yang dipenuhi warna hijau dari rumput gajah mini di
pelatarannya. Kupu-kupu tampak berterbangan kala kutatap
taman penuh koleksi bunga milik ibu. Hidup di sini terasa
pelan, tenang dan damai, tak ada kata grusa-grusu. Tak ingin
mengganggu waktu sarapan mereka, aku memilih untuk
menunggu di joglo. Kusulut api pada ujung batang tembakau
yang asapnya langsung menguar menemaniku berpikir keras.
“Den, kenapa endak masuk? Sarapan dulu, ayo! Ndoro
Kakung, Ndoro Putri sama Nduk Nastiti sudah pada sarapan.
Bibi buatkan nasi goreng mau?” tanya Bi Lasmi yang menyusulku
di joglo. Aku pun segera bangkit dari duduk dan mencium
punggung tangan miliknya yang mulai keriput. Tubuhnya yang
masih kenting dibalut kebaya biru dengan motif bunga dan jarik
cokelat motif batik, rambutnya disanggul seperti sinden.
“Di sini saja, Bi, mau ngerokok. Kalo di dalem ada si
Seteroberi, kena asep entar. Oiyah, kalo boleh minta tolong teh
manis saja, Bi. Sama minta tolong panggilin ayah, ibu sama
Nastiti ke sini. Ada hal penting yang mau saya sampaikan,”
pintaku linglung.
Hampir tiga batang lintingan tembakau yang sudah aku
bakar. Pagi ini kepulan asap dari mulutku terus bersambung
bagai cerobong asap kereta uap. Setelah Bi Lasmi
menghidangkan segelas teh manis hangat, Ayah, Ibu dan
Nastiti yang menggendong Sasmaya datang menghampiri.
Pagi ini, Ayah mengenakan kaos putih u-neck dan celana
534 THAGA
GALGARA