Page 547 - THAGA 2024
P. 547
mengangkat tubuh Nastiti untuk berdiri. Kurapatkan bagian
depan tubuhku depan tubuhnya. Kaki kanannya aku angkat
sebatas perut. Kami berpacu dengan kecepatan berbahaya.
Dengan gerakan satset, penyatuan itu berakhir. Kami pun
menghela nafas panjang. Dan sejak saat itu aku berhenti untuk
tersenyum dan lebih pendiam jika di depan Nastiti dan kedua
orang tuaku. Masih ada rasa tak terima jika aku dinikahkan
dengannya.
Tanpa berterima kasih, aku berjalan menuju joglo, dia pun
merapikan diri dan berjalan mengikutiku. Aku duduk dihadapan
kedua orang tuaku, Nastiti duduk disisiku.
“Kula mau nikahi Nastiti,” ucapku singkat seraya
menundukkan pandangannya.
Ayah dan ibu saling pandang lalu menatap serta mengang-
guk kepadaku. Segera saja ayah menghitung wetonku dan
Nastiti untuk tau kapan waktu terbaik guna melangsungkan
pernikahan kami.
“Kalo ayah hitung wetonmu dina Rabu pasarannya
Kliwon neptunya lima belas dan Nastiti wetonnya dina Kamis
pasarannya Legi neptunya tiga belas Kalo begitu jumlahnya
dua puluh delapan. Jika kalian menikah, berarti hubungan
kalian masuk kategori pasangan pegat. Dalam primbon Jawa,
kemungkinan bakal banyak masalah. Mungkin masalah
ekonomi, kekuasaan, perselingkuhan. Dikhawatirkan masalah
pada pasangan pegat ini kalo gak kuat bisa menyebabkan
perpisahan atau perceraian. Apa kalian berdua sudah siap,
Nduk, Le?” jelas Ayah seraya bertanya. Hitungan seperti ini
penting di kalangan keluarga Jawa.
“Tapi, Yah. Kula, kan lahirnya maghrib waktu itu. Ibu pernah
cerita kalo kula lahir pas malam takbiran Idul Fitri ba’da maghrib.
THAGA 539
GALGARA