Page 232 - EBOOK_Sejarah Islam di Nusantara
P. 232

DARI SUFISME KE SALAFISME  —  211


               Mesir,  bersama  dengan  komentar  mengenai  persoalan-persoalan  lokal,  al-
               Imam menjembatani komunitas-komunitas Arab dan Jawi setempat dalam
               dunia yang kadang mereka sebut sebagai “sisi Jawi kami”. Meski sebagian
               pemain utama, seperti direktur pertama surat kabar ini yang kelahiran Shihr,
               Muhammad  Salim  al-Kalali,  tidak  menutup-nutupi  bahwa  mereka  berasal
               dari  sisi  lain,  editor  pertama  yang  diangkat  memiliki  sejarah  yang  sangat
               lokal. Mereka adalah Syekh Tahir, seorang keturunan guru Naqsyabandi dari
               Cangking dan Faqih Saghir. Syekh Tahir adalah adik sepupu Ahmad Khatib,
               yang  ditemaninya  pergi  ke  Mekah.  Keduanya  dilaporkan  belajar  kepada
               Ahmad al-Fatani. Namun, tidak sama seperti kedua Jawi yang lebih tua, Syekh
               Tahir tampaknya menerima gagasan-gagasan Salaf  Muhammad ‘Abduh. Dia
               pergi  ke  Kairo  untuk  bertemu  ‘Abduh.  Bahkan,  dalam  arti  tertentu,  jalur
               lintasan keluarganya melambangkan pergeseran dalam Islam Jawi elite dari
               yang tadinya Syattariyyah, yang disponsori istana, menjadi Naqsyabandiyyah
               yang reformis dan akhirnya menjadi Salaf yyah Kairo yang rasionalis.
                    Sudah ada beberapa pembahasan mengenai arti penting al-Imam dalam
               menyebarkan pesan kaum reformis (dan nasionalis) Kairo.  Namun, di sini,
                                                                 25
               saya ingin menyoroti beberapa aspek dalam perlakuan surat kabar ini terhadap
               Suf sme  tarekat  dan  ketegangan  yang  dimunculkannya  dalam  hubungan
               antara para anggota dewan pengurus yang berkebangsaan Arab dan Melayu.
               Sementara  penyebab  pastinya  akan  tetap  menjadi  misteri,  dua  perubahan
               penting  yang  terjadi  pada  1908  pasti  berkontribusi  terhadap  kematian
               mendadak surat kabar ini. Salah satunya adalah usaha untuk mengambil alih
               kendali atas surat kabar ini yang dilakukan pada Februari oleh para anggota
               dewan pengurus yang memihak kepentingan-kepentingan Arab. Mereka ini
               meliputi Sayyid Shaykh b. Ahmad al-Hadi, al-Kalali, Muhammad b. ‘Aqil
               (1863–1931,  seorang  menantu  Sayyid  ‘Utsman),  dan  Hasan  b.  ‘Alwi  b.
               Shahab; meski surat kabar masih diredakturi oleh Hajji ‘Abbas b. Muhammad
               Taha yang Melayu. Pergeseran lainnya adalah peningkatan yang mencolok
               dalam  perdebatan  mengenai  posisi  Suf sme  dalam  kehidupan  beragama
               orang-orang Melayu.
                    Ini  bermula  dari  sebuah  pertanyaan  yang  relatif  tidak  berbahaya
               mengenai  penarikan  diri  (suluk)  yang  dikirimkan  pada  surat  kabar  dari
               Penang  pada  Januari.  Lalu,  pertanyaan  kedua  mengenai  persoalan  sebuah
               tarekat di wilayah Siam yang dikirimkan pada Februari. Pertanyaan pertama
               menimbulkan  sedikit  reaksi,  selain  ketidaksetujuan  standar  atas  penarikan
               diri dari kehidupan yang produktif dan sebuah rekomendasi agar si penanya
               melihat buku-buku panduan yang sudah ada mengenai persoalan tersebut.
               Sebaliknya,  pertanyaan  dari  kawasan  Siam  menciptakan  kegemparan.
               Sebagiannya,  hal  ini  disebabkan  oleh  gambaran-gambaran  yang  relatif
               mengerikan  mengenai  berbagai  perkumpulan  campuran  kaum  beriman
   227   228   229   230   231   232   233   234   235   236   237