Page 273 - EBOOK_Sejarah Islam di Nusantara
P. 273

252  —  MASA LALU SUFI, MASA DEPAN MODERN


          para pelarian pemberontak telah berubah. Dengan meninggalnya al-Zawawi,
          mengungsinya para syarif, dan kembalinya Wahhabi di bawah pimpinan Ibn
          Sa‘ud,  terdapat  ancaman  yang  jelas  baik  terhadap  wibawa  sayyid  maupun
          praktik tarekat di segala sisi. Selain itu, banyak makam yang disucikan dari
          masa lalu rencananya akan dihancurkan. Di Hindia, kabar tersebut disambut
          dengan ketidakpercayaan. Penghapusan kekhalifahan oleh Majelis Nasional
          Turki telah menimbulkan jauh lebih banyak diskusi dan kampanye, berujung
          pada  pembentukan  utusan-utusan  tandingan  menuju  Mekah  dan  Kairo
          untuk mewakili umat Muslim Hindia yang, ternyata, lebih bersatu daripada
          sebelumnya, meski hanya dalam arti bahwa mereka ingin memetakan masa
          depan tanpa kepemimpinan Arab. 32
              Sebagai bagian dari pergeseran ini, dan reaksi atas klaim kaum reformis
          bahwa mereka mewakili keseluruhan kepentingan Indonesia di Mekah, dan
          juga klaim Sayyid Bin ‘Aqil dan Hasan al-‘Attas bahwa mereka mewakili seluruh
          bangsa Asia Tenggara di Kairo, sebuah aliansi para kiai Jawa mulai membentuk
                                                             33
          sebuah komite mereka sendiri untuk dikirimkan ke Mekah.  Maka, sebuah
          lembaga baru, “Nahdlatul Ulama” (NU), lahir di bawah bimbingan Hasyim
          Asy‘ari dari Tebuireng. Tapi, apa makna gerakan(-gerakan) baru ini bagi Asy‘ari?
          Dalam sebuah risalah eskatologis, yang diterbitkan bertahun-tahun setelah dia
          wafat, Asy‘ari menulis mengenai kemunculan “faksi licik” ‘Abduh dan Rasyid
          Rida pada sekitar 1912. Mereka dianggap menyerang Sunah yang disepakati
          oleh  orang-orang  besar  masa  lalu,  khususnya  praktik  ziarah  kubur  serta
          dzikr. Namun, Asy‘ari tidak menjelaskan berbagai kekeliruan mereka secara
          mendalam. Dia mengarahkan perhatian pada penjelasan tradisional terhadap
          penyimpangan  kaum  pseudo-Suf   dan  Wujudiyyah,  yang  tetap  merupakan
          ancaman terbesar bagi umat Muslim, yang dalam pandangannya sama dengan
          kaum Materialis dan Kristen (atau bahkan “Majusi” dalam hal ini). 34


          LEIDEN, KAIRO, DAN MEKAH
          Pada  1927  Snouck  secara  resmi  mundur  dari  jabatan  guru  besarnya  di
          Universitas  Leiden.  Setelah  bertahun-tahun,  dia  akhirnya  mengikuti  garis
          pemikiran  yang  sangat  kritis  terhadap  sebuah  sistem  yang  dia  rasa  tidak
          mampu  menjawab  berbagai  kebutuhan  orang-orang  Indonesia  modern.
          Keberatannya yang paling bagus diringkas dalam sebuah artikel dari 1923 yang
          menyuarakan bahwa dia mengingat kasus Arsyad b. ‘Alwan dari Serang, yang
          dibiarkan merana di pengasingan setelah Pemberontakan Cilegon.  Semasa
                                                                   35
          Snouck pensiun, karya-karya utamanya yang dikumpulkan oleh muridnya,
          A.J.  Wensinck  (1882–1939),  dibundel  untuk  perpustakaan-perpustakaan
          Orientalis  di  seluruh  dunia.  Banyak  murid  serta  koleganya  hadir,  atau
          setidaknya diundang, untuk bersulang memberi selamat kepada sang sesepuh
   268   269   270   271   272   273   274   275   276   277   278