Page 274 - EBOOK_Sejarah Islam di Nusantara
P. 274

PENGERASAN DAN PERPISAHAN  —  253


               kajian Islam. Murid-muridnya juga mulai mendirikan sebuah institut untuk
               kajian Islam. Para kontributornya meliputi para bangsawan, mantan gubernur
               jenderal, dan Orientalis yang aktif di Eropa. Kelompok terakhir ini mencakup
               Hazeu dan Kern (yang juga kembali ke Belanda dengan kecewa pada 1926),
               Louis  Massignon  di  Paris,  dan  R.A.  Nicholson  di  Cambridge.  Dari  luar
               negeri ada kontribusi dari Muhammad Kurd ‘Ali (1876–1953) di Damaskus,
               Ahmad Zaki (1867–1934) di Kairo, ‘Umar Nasif di Jeddah, ‘Abd al-Rahman
               b. ‘Abdallah al-Zawawi di Mekah, para anggota Kantor Urusan Pribumi, serta
               ‘Umar Manqusy, ‘Ali al-Habsyi, Abu Bakr dan Isma‘il al-‘Attas, dan tentu saja
               keluarga  Djajadiningrat.  Bahkan,  dalam  pengantarnya  pada  Panji  Poestaka
               edisi khusus kenang-kenangan, Hoesein Djajadiningrat menyatakan bahwa
               dia dan orang-orang sezamannya menghormati Snouck sebagai “guru, dalam
               oriental dan mistis”, serta menambahkan bahwa semua guru tersamar olehnya
               dan menganggap kehormatan kalah pamor olehnya. 36
                    Yang  absen  dari  perayaan  tersebut  adalah  nama  banyak  penasihat
               kehormatan dan sahabat penting yang didaftar di Panji Poestaka. Beberapa
               orang  tidak  hadir  karena  usia,  jarak,  atau  masalah  f nasial.  Tetapi,  juga
               tampaknya  ada  sebuah  pergeseran  dari  rombongan  orang-orang  seperti
               Sayyid ‘Utsman dan Hasan Mustafa ke orang-orang seperti Ahmad Surkati
               dan  Agoes  Salim,  sebuah  pergeseran  yang  memiliki  keserupaan  global.
                                                                               37
               Kairo  tetap  merupakan  titik  penting  dalam  jaringan  Snouck.  Dia  sangat
               mengetahui  berbagai  perdebatan  yang  terjadi  di  kota  itu.  Universitas
               negerinya  baru  didirikan  pada  1908  dengan  direktur  Ahmad  Zaki.  Sang
               Direktur berusaha merekrut Snouck ke dalam staf pengajarnya.  Snouck juga
                                                                    38
               menjalin hubungan dengan beberapa intelektual Kairo ketika mereka belajar
               di Eropa, termasuk Mansur Fahmi serta dua bersaudara ‘Ali dan Mustafa ‘Abd
               al-Raziq, kesemuanya pergi ke Prancis diilhami gagasan-gagasan Muhammad
               ‘Abduh. Namun, meski Mansur Fahmi bisa menulis dengan antusias pada
               1925  mengenai  harapannya  akan  sebuah  masa  depan  modern  di  bawah
               kepemimpinannya, dia juga menunjukkan bahwa ‘Abd al-Raziq bersaudara
               mendapati jalan mereka agak sulit. 39
                    Yang lebih tua dari kedua bersaudara itu, Mustafa ‘Abd al-Raziq (1885–
               1947), lulus dari al-Azhar pada 1908 dan pergi ke Sorbonne pada 1909, tempat
               dia belajar di bawah bimbingan Émile Durkheim. Sejak 1911 dia belajar Hukum
               dan Filsafat Islam di Lyon, mempertahankan sebuah tesis mengenai al-Syaf ‘i.
               Setelah kembali ke Mesir pada 1914 dia bekerja sebagai seorang jurnalis dan
               administrator, dan terlibat dalam Partai Ummah. Menyusul pencopotannya
               dari  al-Azhar  oleh  Raja  Fu’ad,  dia  menjabat  profesor  utama  dalam  Filsafat
               Islam  di  Universitas  Kairo  mulai  1927  hingga  1938.  Di  sini  dia  mengedit
               makalah-makalah  ‘Abduh  dan  menulis  mengenai  Suf sme.  Tampaknya
               Mustafa-lah yang telah membawa ke konsensus Salaf  zaman modern bahwa
   269   270   271   272   273   274   275   276   277   278   279