Page 15 - EBOOK_Renasans Jogja
P. 15
Ketujuh, faktor kesenian rakyat sebagai Secara umum dapat dikatakan bahwa bagaimana pula pengaruh tatanan tadi
penanda bahwa Kotagede tidak lagi Kotagede dibangun atas dasar konsep dapat mengatur perilaku manusia di
menjadi ibukota kerajaan melainkan kosmologis Jawa yang mengacu dalam mengalami, memanfaatkan, dan
kota biasa. Muncul srandhul, wayang pada keselarasan, keserasian, dan mengolahnya. Hubungan timbal-balik
thingklung, bahkan kethoprak dan kesejajaran antara mikrokosmos yang ini dalam banyak hal didasari oleh
lain-lain yang tidak bertumpu berupa lingkungan buatan dengan kepercayaan, sudut pandang dalam
sepenuhnya pada pakem kesenian para makrokosmos yang berupa alam se- hubungan manusia dengan alamnya.
priyayi di Keraton. mesta. Upaya untuk menciptakan
kesesuaian mikrokosmos de- Perubahan tata nilai akan dapat
Kedelapan, faktor kuliner dan makanan ngan makrokosmos, dilakukan merubah aspek fisik atau wadah di
tradisional seperti kipo, yangko, bikan, manusia Jawa dalam seluruh ke- mana kegiatan manusia berlangsung.
roti banjar, jadah manten, kembang hidupannya, termasuk perencanaan Dengan kata lain per ubahan tata nilai
waru, dan lainnya. Sekarang muncul kota, arsitektur bangunan, maupun akan dapat dilihat dari perubahan
sate sapi yang juga dikenal sebagai sate pendukung kehidupan lainnya. aspek fisik yang berupa pola tata kota,
karang karena berjualan di Lapangan Raja dan keratonnya dalam hal ini arsitektur rumah kediaman maupun
Karang sebagai ikon baru kuliner menjadi pusat lingkaran konsentris faktor pendukungnya.
Kotagede. yang memiliki kekuatan untuk
mempersatukan mikrokosmos dan Masyarakat Kotagede juga dikenal
Tata Nilai Masyarakat Kotagede makrokosmos tersebut. Oleh karena sebagai masyarakat dengan sistem
Apabila realitas budaya di atas secara itu, juga menjadi panutan dalam kekerabatan bercorak paguyuban
keseluruhan bisa dikatakan sebagai tindakan manusia dan menjadi yang itu juga mempengaruhi dalam
suatu sistem, maka aspek non-fisik dan orientasi tunggal dalam keputusan organisasi forma yang dibentuk di 15
fisik dari realitas tersebut merupakan tinda kan. Kotagede. Tentu dengan efek positif
sub-sistem. Faktor sejarah dan sosial negatifnya.
sebagai pusat kerajaan Mataram Manusia pada dasarnya juga, dalam
dengan seluruh aspek pendukungnya beradaptasi dengan lingkung an lebih Konservasi dan Perubahan Tata Nilai
secara bersama-sama membentuk banyak dalam adaptasi kultural, artinya di Ko tagede
aspek non-fisik yang berupa nilai manu sia di dalam menyesuaikan Sebelum sampai kepada bahasan
budaya masyarakat. Sedangkan faktor diri dengan lingkungan harus meng- tentang usaha konservasi di Kotagede,
tata kota, arsitektur, vegetasi, dan andalkan pada pengetahuan budaya saya akan membicarakan lebih dulu
kerajinan rakyat serta karya kesenian yang merupakan abstraksi pengalaman terjadinya per ubahan tata nilai di
dan kuliner, merupakan aspek fisik dalam nilai budaya, gagasan dan Kotagede. Sebab bagaimanapun juga
kebu dayaan. keyakinannya. Ha rus diakui bahwa di bandingkan dengan yang lain, proses
masyarakat Kotagede mengatur konservasi bagi lingkungan manusia
Aspek fisik merupakan wadah, lingkungan buatan berdasarkan nilai jauh lebih kompleks sifatnya. Hal ini
tempat kegiatan hidup berlang sung. budaya Jawa yang dianutnya. Konsep disebabkan karena manusia merupakan
Dari sejarah dapat dipelajari, bahwa ini mengatur adanya tingkatan- perpaduan tiga unsur pembentuknya:
manusia selalu beru saha “mengolah” tingkatan dalam tatanan ruang fisik, kejiwaan, dan latar belakang
aspek fisik dengan macam-macam hidupnya, masing-masing dengan sosial-budaya, yang ketiganya ter jalin
dasar dan cara. Sehingga suasana nilai kepentingan dalam keu tuhan erat.
yang diwujudkan oleh wadah itu dan saling melengkapi. Sistem nilai
dapat menjadi perangsang, motivasi, ini pula yang mengatur bagaimana Perubahan tata nilai di Kotagede
dan inspirasi bagi kehidupan yang manusia harus bertingkahlaku di sudah terasa sejak periode 1910-1920
bersangkutan. dalam ruang mau pun waktu hidupnya, sebagai akibat perubahan pemilikan
Edisi 4/2017 | matajendela