Page 16 - EBOOK_Renasans Jogja
P. 16

Secara umum dapat dikatakan bahwa Kotagede

                            dibangun atas dasar konsep kosmologis Jawa

                         yang mengacu pada keselarasan, keserasian, dan


                           kesejajaran antara mikrokosmos yang berupa

                    lingkungan buatan dengan makrokosmos yang berupa

                                                       alam semesta.








               tata guna tanah kerajaan, yang      daerah miskin yang ditandai dengan   disain maupun pemasaran, tetapi le bih
               menjadikan wibawa keraton merosot,   banyaknya buruh dan pedagang       berorientasi pada pasar dalam arti luas.
               padahal sebelumnya menjadi panutan   kecil pada 1960an (Nakamura 1983:
               (van Mook 1972). Adanya penga ruh   142). Walau pun pada dasawarsa      Gagasan konservasi sebagai upaya
               gerakan kebangkitan nasional serta   90an perekonomian Kotagede mulai   pelestarian dengan memper-
       16      gerakan-gerakan Islam modern di     menampakkan tanda-tanda kemajuan,   tahankan bentuk-bentuk fisikal serta

               Kotagede seperti Syarikatul Mubtadi,   munculnya pengusaha perak baru,   memperhatikan dampak kultural-
               Ma’had Islamy, serta puncaknya pada   toko-toko besar, didukung jaringan   spasial, telah menghadirkan cakrawala
               gerakan Muhammadiyah sejak 1925     transportasi dan komunikasi seperti   baru. Bahwa ternyata apa yang sudah
               (Na kamura 1983 dan Darwisy 1983).  jalan lingkar. Faktor sosial budaya,   dirasakan “membosankan” bagi pen-
                                                   di mana banyak generasi muda yang   duduk Kotagede, justru merupakan
               Perubahan tata nilai akibat faktor   justru tidak “betah” tinggal di Ko-  konsep penataan kawasan ideal
               ekstern di atas, didukung oleh      tagede, karena dianggap tidak dapat   bagi ruang gerak manusia. Gagasan
               faktor intern yang berupa: faktor   memenuhi tuntutan ruang di waktu    konservasi juga me nyadarkan bahwa
               kependudukan, di mana per tumbuhan   sekarang, serta kurangnya kader untuk   Kotagede memiliki karakter, kekhasan,
               penduduk pada 1920 sekitar 8.000    meneruskan usaha kerajinan rakyat   ke langkaan, keluarbiasaan, serta
               jiwa (van Mook 1972: 19) menjadi    yang menjadi identitas Kotagede.    berperan dalam sejarah panjang tradisi
               9.000 jiwa pada 1930 (Nakamura                                          Jawa.
               1983: 5-6), menjadi 18.797 jiwa     Perubahan tata nilai nampak pada
               pada 1985 dan 19.000 pada 1994      keputusan-keputusan konkret         Di sinilah relevansi pemahaman
               dan 32.000 di 2015 (data ke camatan   berubahnya situs keraton menjadi   atas tata nilai sebelum melontar-
               Kotagede). Pertambahan penduduk     pemukiman padat, arsitektur         kan gagasan konservasi. Pada waktu
               menyangkut perluas an tenaga kerja,   tradisional yang berubah menjadi   Kotagede dibangun ia mempunyai
               pendidikan, kesehatan, serta fasilitas   modern, atau paling tidak pe rubahan   latar belakang konsep kosmologis
               baru di bidang pemukiman. Faktor    fungsi dalam tata ruang baik rumah   Jawa-Islam, se dangkan pada waktu
               perekonomian, di mana Kotagede      kediaman maupun pola tata kotanya.   ini citra Kotagede dilestarikan tidak
               tidak lagi menjadi daerah kaya seperti   Kerajinan rakyatpun tidak lagi   lagi berdasarkan konsep itu semata-
               sebelum 1930an, tetapi menjadi      berorientasi pada keraton baik dari segi   mata. Tentu saja langkah ini tidak
   11   12   13   14   15   16   17   18   19   20   21