Page 40 - EBOOK_Renasans Jogja
P. 40

“Oo pantesan…”                      Mungkin memang seperti itu.         itu, semakin banyak orang yang
                                                   Sebagai pelawak Basiyo sudah        mengagumi Basiyo. “Bahkan ketika
               “Kenapa?”                           mencapai pemahaman yang sufistik.   ia tak melucu, kita sudah tertawa
                                                   Ia tak lagi suka guyonan dengan     tanpa perlu memperlihatkan kalau
               “Banyak politisi yang kesambet.”    manusia, tetapi sedang guyonan      kita tertawa,” kata Harjo Gepeng,
                                                   dengan Tuhan. Ia sudah melampaui    pelawak yang dikenal sebagai
               Orang-orang merindukan tawa         semua penderitaannya. Tak lagi      pasangan Basiyo paling lucu saat di
               Basiyo. Tawanya yang khas. Tawa     butuh kebahagiaan karena tak        atas panggung. Ketika Basiyo tak lagi
               yang terbebaskan dari kesedihan.    mau direpotkan segala macam         mau menerima job melawak, Harjo
               Tawa yang bukan karena sedang       kebahagiaan yang sesungguhnya       Gepeng juga memutuskan untuk
               menikmati kegembiraan dengan        memang tak pernah benar-benar       berhenti melawak dan memilih
               berlebihan. Yang bila tertawa       dibutuhkan dalam hidup yang fana    menjadi murid spiritual Basiyo.
               panjang sampai terkikik-kikik seperti   ini. Kesedihan dan kebahagiaan pada   “Saya tak lagi butuh panggung,
               kuntilanak tercekik.                akhirnya sama saja. Tawa dan sedih   karena hidup ini sudah lebih lucu
                                                   tak ada bedanya. Kebahagiaan dan    dari panggung lawak,” kata Harjo
               “Orang yang merasa kematiannya      kesedihan hanyalah lelucon Tuhan.   Gepeng.
               sudah begitu dekat, biasanya menang   Dan itulah tingkat tertingi dalam
                                                   guyonan yang kini sudah dicapai     Mungkin karena seorang wartawan
               jadi pendiam seperti itu.”
                                                   Basiyo. Lelucon yang paling lucu    menulis kisah hidup dan perjalanan
                                                   pun tak lagi membuat Basiyo tertawa   spiritual Basiyo sebagai pelawak
               “Ya, kalau begitu, dari pada
                                                   karena pada akhirnya tawa itu juga   yang disebutnya telah mencapai
       40      melamun seperti itu, kan lebih baik   tak berarti apa-apa selain hanya   maqam tertinggi seorang pelawak
               berdoa.”
                                                   sebagai tawa. Ketika hudup orang    yang pernah ada, maka Basiyo
                                                   tertawa, ketika manusia mati Tuhan   menjadi semakin menarik perhatian.
               “Mungkin bingung, mau berdoa apa?
                                                   tertawa.                            Bre Redana, wartawan itu, bahkah
               Sejak kecil kan dia nggak pernah
               ngaji. Nggak bisa bahasa Arab.”                                         menulis betapa Basiyo sesungguhnya
                                                   Memang, Basiyo masih membalas       tak hanya telah mencapai pencerahan
                                                   kalau ada yang menyapa, tetapi      sebagai seroang pelawak, tetapi lebih
               “Berdoa kan nggak musti harus pake   jawabannya datar dan biasa-biasa   dari itu, dia telah menjadi manusia
               bahasa Arab.”
                                                   saja. Ia juga masih sering ngumpul   yang tercerahkan, layaknya Sang
                                                   saat ada pertemuan warga, ikut      Bodhisatva.
                                                   menyampaikan pendapat, tetapi
               BASIYO sudah mencapai
                                                   semua disampaikan dengan suara      Basiyo Sang Bodhisatva, tulis
               makrifat. Ia tak lagi terikat dengan
                                                   datar seakan-akan bukan ia yang     wartawan Kompas itu, adalah
               kebahagiaan atau kesedihan
                                                   sedang berbicara. Ketika orang-orang   gambaran rakyat yang telah lelah
               dunia. Kegembiraan tak lagi bisa    saling melontarkan guyonan, atau    mengeluh dan akhirnya memutuskan
               membuatnya tertawa. Kesedihan
                                                   menceritakan-hal-hal kocak tentang   untuk tak lagi mengeluhkan apa
               tak lagi membuatnya jadi sedih.  Ia
                                                   dirinya, tak pernah Basiyo tersenyum   pun. Siapa yang masih mengeluhkan
               memang masih hidup di dunia ini     secuil pun. Tak tertawa. Tak sedih.   penderitaan tak akan pernah
               tetapi jiwanya sudah berada di alam
                                                   Biasa-biasa saja.                   merasakan kebahagiaan. Yang
               suwung sonya ruri, alam keabadian,                                      masih merasakan penderitaan akan
               dimana tawa dan sedih tiada berarti   Karena dianggap telah mencapai    terpenjara dalam penderitaannya.
               apa-apa lagi.                       tingkat makrifat tawa seperti       Yang sibuk mencari kebahagiaan
   35   36   37   38   39   40   41   42   43   44