Page 149 - EBOOK_Modal Sosial Petani Dalam Pertanian Berkelanjutan Dalam Mendukung Ketahanan Pangan Daerah
P. 149
Pembangunan| 129
Luasnya lahan pertanian di Kabupaten Bantul belum
sepenuhnya dapat terpenuhi kebutuhan pangan di daerah ini. Secara
makro memang telah terpenuhi kebutuhan beras di wilayah
tersebut, tetapi secara mikro (rumah tangga) belum terpenuhi. Data
dari Badan Ketahanan Pangan tahun 2008 menyebutkan bahwa
produksi beras (termasuk beras organik) adalah 107.826 ton.
Digunakan untuk produksi benih dan makanan ternak sebanyak 12.
831 ton. Angka ini didapat sesuai dengan ketentuan dari Badan
Ketahanan Pangan Kabupaten Bantul yang menetapkan angka 11,9
% untuk produksi benih dan makanan ternak. Dengan demikian,
penyediaan bersih beras di Kabupaten bantul adalah 94.995 ton.
Dengan penyediaan untuk perkapitanya adalah 114,18. Sedangkan
data konsumsi di tahun yang sama di Kabupaten Bantul
menyebutkan bahwa total kebutuhan konsumsi beras (termasuk
beras organik) adalah sebanyak 71.024 ton. Ketersediaan beras yang
ada sebanyak 94.995 ton, sehingga Kabupaten Bantul mengalami
surplus beras sebanyak 23.971 ton.
Konsumsi energi masyarakat Kabupaten Bantul dari tahun
2000 sampai tahun 2002 mengalami kenaikan, yaitu dari
81,22kg/kapita/th pada tahun 2000 menjadi 90,43kg/kapita/th
pada tahun 2001 dan 99,26 kg/kapita/th pada tahun 2002 (Nurhadi,
2010; 93-95). Dari total konsumsi energi, padi-padian atau beras
merupakan penyumbang energi terbesar (sekitar dua pertiga dari
total konsumsi energi rata-rata). Namun demikian tingkat konsumsi
beras semakin meningkat dari tahun 2000, 2003, dan 2006. Pada
tahun 2000 konsumsi beras mencapai 81,22kg/kapita/tahun; tahun
2003 menjadi 90,43kg/kapita/tahun dan tahun 2006 menjadi 99,26
kg/kapita/tahun. Hal ini menunjukkan bahwa pola konsumsi beras
masyarakat Bantul semakin tinggi (Dinkes Kab. Bantul, 2002).
Kunci keberhasilan kinerja subsistem konsumsi tercermin
dalam pola konsumsi masyarakat di tingkat rumah tangga. Pola
konsumsi dalam rumah tangga dipengaruhi oleh berbagai faktor
antara lain kondisi ekonomi, sosial dan budaya setempat. Untuk itu,
penanaman kesadaran pola konsumsi yang sehat perlu dilakukan
sejak dini melalui pendidikan formal dan non formal. Dengan
kesadaran gizi yang baik, masyarakat dapat meninggalkan kebiasaan
serta budaya konsumsi yang kurang sesuai dengan kaidah gizi dan
kesehatan. Kesadaran yang baik ini lebih menjamin terpenuhinya
kebutuhan gizi masing-masing anggota keluarga sesuai dengan
tingkatan usia dan aktivitasnya.