Page 24 - EBOOK_Modal Sosial Petani Dalam Pertanian Berkelanjutan Dalam Mendukung Ketahanan Pangan Daerah
P. 24

4 | Modal Sosial Petani dalam Peratanian


             masyarakat  petani  dengan  luas  lahan  yang  sempit.  Akses  mereka
             terhadap teknologi pertanian, ternyata lebih besar dari pada petani
             dengan tanah yang lebih luas. Namun, secara ekonomis mereka tidak
             mengalami  perubahan  meski  tingkat  akses  mereka  terhadap
             teknologi  cukup  tinggi.  Bahkan,  dalam  beberapa  keadaan  ternyata
             perilaku  petani  dalam  memandang  teknologi  bukan  sebagai  alat
             untuk  meningkatkan  produksi  tetapi  hanya  menjadi  simbol  status.
             Kondisi ini semakin memperparah mental petani, belum lagi sumber
             daya yang hilang maupun rusak akibat kesalahan pengelolaan. Hasil
             yang  sama  juga  diperlihatkan  oleh  Tjondronegoro  (1998:287).
             Petani  yang  mampu  mengadaptasi  program  ini  adalah  petani  yang
             memiliki  lahan  luas  sedang  petani  yang  berlahan  sempit  tidak
             mampu bahkan menyewakan tanahnya dan menjadi buruh tani atau
             melakukan urbanisasi.
                  Temuan penting yang dilakukan Geertz (1986; 99) di Mojokuto
             memberikan  gambaran  bahwa  pembangunan  pertanian  yang
             dilakukan selama ini tidak sedikit pun memberikan nilai tambah bagi
             petani.  Pertanian  telah  mengalami  involusi  dan  pembagian
             kemiskinan (shared property) yang tidak disadari. Kondisi tersebut
             dengan adanya mekanisme pertanian semakin menyingkirkan para
             buruh  tani  dari  akses  pembagian  keuntungan.  Jatah  mereka  mulai
             dari memanen padi hilang karena jenis padi yang ditanam tidak lagi
             memerlukan  ani-ani  (pemotong  padi  manual)  namun  dikerjakan
             dengan mesin perontok  yang hanya  perlu sedikit  tenaga.  Hadirnya
             huler  di  pedesaan  juga  menghilangkannya  pekerjaan  satu-satunya
             petani  desa.  Kebiasaan  me-nutu  (menumbuk  padi)  menjadi  hilang
             dan digantikan dengan mesin yang tidak mungkin memakai tenaga
             mereka.  Sedikit  demi  sedikit  telah  terjadi  pergeseran  di  pedesaan
             dan semakin menambah jumlah tenaga kerja yang menganggur.
                  Menyikapi  keadaan  di  atas,  banyak  kelompok  masyarakat
             petani  yang  didukung  oleh  kelompok  LSM  (Non-Government
             Organization)  mencoba  menghidupkan  kembali  model  pertanian
             yang  ramah  lingkungan  dan  mampu  meningkatkan  kesejahteraan
             petani tanpa meninggalkan pengetahuan masyarakat desa yang telah
             mereka  miliki.  Sampai  saat  ini,  muncul  kelompok-kelompok  tani
             yang  mengusahakan  penanaman  jenis  padi  lokal,  menggunakan
             pupuk  alami  (hijau)  dan  pengolahan  tanah  dengan  menggunakan
             budaya  leluhur.  Walau  pada  mulanya  kegiatan  ini  adalah  sebagai
             bentuk  perlawanan  masyarakat  terhadap  program  pemerintah  di
             bidang pertanian (revolusi hijau), tetapi lama-kelamaan, karena hasil
             produksinya yang semakin meningkat dan mampu mensejahterakan

                                                     Amiruddin Ketaren|  Bab I : 1-96
   19   20   21   22   23   24   25   26   27   28   29