Page 189 - Layla Majnun
P. 189

yang terpendam pasti memiliki ular untuk menjaganya, aku adalah ular
              yang menjagamu dan aku akan menjagamu hingga di hari aku mati.
                     “Entah bagaimana kau telah berubah, cintaku! Tangan-tangan
              jahat takdir telah meniupkan badai di dalam hatimu, memutar-mutarmu
              sampai kau pusing dan menjadi bingung sehingga yang kau harapkan
              hanyalah terlepasnya jiwamu.”
                     “Namun kini badai itu telah reda dan kau telah tenang, lautan
              jiwamu lebih tenang daripada dasar sumur yang dalam. Memang benar,
              kau tersembunyi dari mataku, namun hatiku dapat melihatmu dan takkan
              pernah melepaskan pandangannya darimu! Memang benar, kau tidak
              berada di sini, namun segala sakit dan penderitaan yang kau rasakan di
              dunia ini akan tetap ada selamanya!”
                     Majnun bangkit berdiri dan memandang sekelilingnya. Semua
              orang telah pergi, ketakutan dengan apa yang mereka anggap sebagai
              ocehan orang gila. Namun Majnun tidak sendiri. Di sekelilingnya terdapat
              teman-teman hewannya, memberikan dukungan dengan kesetiaan yang
              menyentuh hatinya. Ketika akhirnya ia kembali ke alam liar, hewan-hewan
              itu mengikutinya.
                     Rombongan seorang pria dengan hewan-hewan liar itu berjalan
              menyusuri gurun. Dan di sepanjang jalan Majnun menyanyikan lagu yang
              sama secara berulang-ulang sambil menuntun mereka semua. Begitu
              menyanyikan lagu yang dapat mengalahkan kematian – yaitu lagu tentang
              kekuatan cinta – nada-nada sedihnya menggema di pegunungan; seolah
              butiran-butiran pasir yang berada di bawah kakinya juga membisikkan
              ratapan yang sama. Dan saat menyanyi, tetesan airmata darah jatuh di
              tanah, meninggalkan jejak berwarna merah di belakangnya.
                     Namun ia tak lagi merasa alam liar pegunungan sebagai rumah-
              nya. Setiap saat muncul keinginan untuk mengunjungi Layla dan ia akan
              bergegas menuju makam Layla, dengan diikuti oleh teman-teman hewan-
              nya. Bagaikan sungai yang sedang dilanda banjir, ia akan berlari menuruni
              lembah tempat Layla dimakamkan, lalu ia akan menciumi tanah makam
              itu. Dan selama itu, saat ia terbaring dan menangis penuh ratapan di atas
              makam kekasihnya, hewan-hewan peliharaannya menjaganya. Kunjungan-
   184   185   186   187   188   189   190   191