Page 23 - PUNTHUKDARA PROJECT
P. 23

Beberapa  hari  kemudian  setelah  pondok  itu  jadi,
            Sunan Lawu dan para pengikutnya bertempat tinggal di
            situ.  Pengikut  Sunan  Lawu  berbaur  dengan  penduduk
            setempat,  mereka  ikut  bekerja  di  sawah  dan  kebun.
            Bahkan setiap malam di pondok Eyang Cakra ataupun di
            tempat  Sunan  Lawu  banyak  orang  yang  berkumpul.
            Kesempatan       itu   digunakan     Sunan     Lawu     untuk
            menyampaikan ilmu agama Islam.
                 Hingga  pada  suatu  malam,  Sunan  Lawu  harus
            menceritakan      siapa    dirinya   yang    sesungguhnya.
            Penduduk  itu  merasa  terkejut  dan  semuanya  bersujud,
            setelah  itu  mereka  berebut  saling  menjabat  tangan
            Sunan Lawu. Setelah semua duduk kembali Sunan Lawu
            melanjutkan ceritanya. Semua ora terdiam dan rasa suka
            yang  tiada  tara.  Seumur-umur  dapat  bertemu  dengan
            raja  besar  dari  kerajaan  Majapahit.  Salah  satu  dari
            penduduk itu ada yang menyampaikan keinginannya.
                 ”Kanjeng  Sunan  bolehkah  saya  mengajak  eyang
            saya ke sini untuk menghadap?”
                 Dengan lemah lembut Sunan Lawu menjawab.
                 “Kita adalah saudara, ajaklah eyangmu ke sini.”
                 Penduduk  setempat  menyebutnya  dengan  nama
            Eyang Ambra. Dikarenakan Eyang Ambra itu mempunyai
            keturunan  yang  sangat  banyak.  Setelah  Eyang  Ambra
            datang  dan  menghadap  Sunan  Lawu.  Diceritakannya
            bahwa  setelah  purnama  ini,dirinya  akan  mengadakan
            acara  “nggiring  putu”  (memandikan  cucu).  Acara  itu
            adalah  seluruh  anak,  cucu,  menantu  dan  cicit    Eyang
            Ambra  akan  digiring  menuju  Sungai  Brenggala  untuk

              22    Bukit Merpati di Lereng Lawu
   18   19   20   21   22   23   24   25   26   27   28