Page 98 - E-Modul Interaktif Sejarah Pergerakan Kebangsaan di Indonesia (HP)
P. 98
Rangkuman
Selama masa pergerakan nasional, terdapat dua strategi perjuangan
yang ditempuh pelbagai organisasi, yaitu radikal-nonkooperatif dan
moderat-kooperatif.
Radikal adalah sikap keras dalam melakukan perlawanan terhadap
penjajah. Contoh tindakan radikal adalah dengan tidak mau bekerja
sama (kooperatif), sementara itu pemogokan merupakan tindakan
ekstremnya.
Moderat-kooperatif adalah sikap lunak dan mau bekerja sama dalam
melakukan perjuangan melawan pihak kolonial. Tindakan kooperatif dapat
dilihat dari maunya tokoh ataupun organisasi pergerakan duduk bersama
di dalam Volksraad.
Sikap kooperatif dipilih karena tidak memungkinkan lagi mengambil jalan
radikal-nonkooperatif, mengingat Belanda sudah bersikap tegas dan
keras dalam menindak gerakan yang dianggap berbahaya.
Dalam melakukan perlawanan secara kooperatif, M.H. Thamrin
membentuk Fraksi Nasional pada tanggal 27 Januari 1930 di dalam
lingkup Volksraad. Fraksi ini dimaksudkan untuk memperjuangkan bangsa
Indonesia tanpa melanggar hukum. Fraksi Nasional bertindak dengan
melakukan pembelaan terhadap para tokoh PNI yang ditangkap dan
mendesak dicabutnya peraturan Ordonansi Sekolah Liar (Wilde Schoolen
Ordonantie).
Selain pendirian Fraksi Nasional, perjuangan lain yang ditempuh secara
kooperatif adalah melalui petisi yang diusulkan oleh Sutarjo
Kartohadikusumo, sehingga dinamai Petisi Sutarjo. Permohonan yang
disampaikan Sutarjo berisi tentang pemberian wewenan bagi bangsa
Indonesia untuk mendirikan pemerintahan sendiri selama 10 tahun, tetapi
tetap dalam konstitusi Belanda. Petisi ini menuai pro dan kontra di antara
kaum pergerakan.
Berangkat dari penolakan Petisi Sutarjo oleh Belanda, M.H. Thamrin dari
Parindra berinisiatif untuk mendirikan GAPI (Gabungan Politik Indonesia)
sebagai wadah konsentrasi untuk menyatukan tokoh maupun organisasi
pergerakan demi kemerdekaan Indonesia. GAPI sempat mengusulkan
memorandumnya kepada Komisi Visman, tetapi tidak ditanggapi.
86