Page 12 - Sinar Tani Edisi 4106
P. 12
12 Edisi 15 - 21 Oktober 2025 | No. 4106 Tahun LVI Pangan
Mengembalikan Kejayaan
PERBERASAN NASIONAL
Indonesia pernah mengalami kejayaan dalam produksi beras di era 1984- teknologi sulit di adopsi secara luas,”
85. Namun masa keemasan tersebut hanya berlangsung singkat, setelah tambahnya.
Sementara itu, Ketua Dewan
itu produksi beras di dalam negeri mengalami fluktuasi, kadang naik, Pakar Perhiptani, Mulyono Machmur,
kadang turun. Kini, pemerintah menegaskan kembali komitmennya menekankan pentingnya peran
untuk membangun kedaulatan pangan, khususnya beras. penyuluh dalam percepatan pem-
bangunan perberasan. Menurut nya,
penyuluh pertanian bukan sekadar
pelaksana instruksi, melainkan agen
perubahan di lapangan. “Kalau pen-
dekatannya hanya topdown, petani
jadi pasif. Memang produksi bisa naik,
tapi tidak berkelanjutan,” ujarnya.
Mantan Kepala Pusat Penyuluhan
Kementerian Pertanian ini juga men-
jelaskan, keberhasilan swa sembada
beras di era 1980-an terjadi karena
adanya gerakan terpadu antara
kebijakan dari atas (topdown) dan
partisipasi dari bawah (bottomup).
Pemerintah atau formal leader mulai
dari gubernur, bupati dan bahkan
hingga kepala desa memberikan
arah dan fasilitas, sementara
penyuluh menggerakkan petani
dengan pendekatan parti sipatif.
Dalam kesempatan yang sama,
Kepala Pusat Bioteknologi IPB
University, Dwi Andreas Santoso,
mengingatkan bahwa keberhasilan
usaha tani padi sangat bergantung
pada benih yang digunakan.
M elalui kegiatan baru dalam membangun kembali produksi beras nasional sepanjang pengaruhnya terhadap hasil panen
“Komponen benih hanya sekitar 1,9
persen dari total biaya produksi, tapi
2025
mencapai
sistem pangan nasional. “Kita mem-
Januari–Agustus
Focused Group for
mencapai 60 persen,” ujarnya.
baru,
butuhkan
25,27 juta ton. Meski produksi
arah
kebijakan
Ia mengkritisi kebijakan pem-
Solution
bertema
bagian benih gratis yang justru
meningkat, harga beras di pasar
baru, dan program baru. Tahun
“Per cepatan Peren
Produksi
canaan
menunjukkan bahwa peningkatan
terhadap benih bermutu. Banyak
untuk membangun kembali sistem
Perberasan
Nasi
petani akhirnya menganggap benih
yang
nasional
perberasan
produksi belum diikuti perbaikan
ber-
onal dari Aspek Hulu”, Kemen- 2025 harus menjadi momentum justru belum menurun. “Ini menurunkan nilai apresiasi petani
terian Perencanaan Pembangunan kelanjutan,” tegasnya. sistem distribusi dan efisiensi rantai tidak memiliki nilai ekonomi karena
Nasional (PPN)/Bappenas mengum- Rachmat menambahkan hal yang pasok,” ujarnya. diperoleh tanpa biaya.
pu lkan para pemangku kepentingan dilakukan ini bukan sekadar upaya Padahal, menurut Andreas benih
dari ber bagai sektor untuk mencari percepatan, namun menjadi sejarah Riset, Inovasi, unggul adalah investasi. Ketika petani
terobosan baru dalam membangun baru untuk membangun kembali Penyuluhan dan Benih menanam varietas lama seperti
kembali kejayaan perberasan Indo- kedaulatan pangan Indonesia. “Kita Sahara menekankan pentingnya Inpari 32, Ciherang, atau Mekongga
nesia. harus menyiapkan visi baru, strategi investasi pada riset dan inovasi yang sudah berumur puluhan tahun,
Menteri PPN/Kepala Bappenas, baru, dan program baru di bidang teknologi pertanian. Ia menilai, produktivitas nasional sulit me-
Rachmat Pambudy, menegaskan perberasan menuju Indonesia yang kemajuan sektor padi kini tidak ningkat.
bahwa kemandirian pangan mandiri dan berdaya,” tegasnya. lagi ditopang oleh perluasan lahan, “Inpari 32 yang menjadi prima-
adalah dasar kedaulatan bangsa. Wakil Menteri PPN/Wakil Kepala melainkan oleh penerapan teknologi dona itu dikeluarkan tahun 2013
Menurut nya, sebuah negara baru Bappenas, Febrian Alvianto Rudiard baru di tingkat petani. Sayangnya, sudah sekitar 12 tahun. Sementara
bisa dikatakan kuat bila mampu menambahkan, isu beras tidak hanya investasi riset di sektor pertanian benih primadona lain seperti
memenuhi kebutuhan pokok rakyat- menyangkut urusan ekonomi, tetapi Indonesia masih tertinggal dibanding Ciherang sudah ada sejak 24 tahun
nya sendiri, mulai dari pangan, air, juga politik dan sosial. Bahkan isu negara tetangga. lalu dan Mekongga sudah hadir 21
hingga energi. “Selama kita belum beras ini sangat sensitif. Untuk itu, “Dana riset kita kecil, peneliti tahun lalu,” ungkapnya.
mampu menyelesaikan persoalan Pemerintah harus memastikan ruang sedikit, dan siklus penelitian benih Dwi Andreas menambahkan,
makanan pokok, terutama beras, kebijakan tetap ada untuk menjaga itu panjang. Untuk menghasilkan pemerintah memang telah me-
maka kita belum bisa menyelesaikan stok nasional dan mengendalikan varietas unggul, butuh riset bertahun- lepas lebih dari 500 varietas padi
persoalan lainnya,” ujarnya. harga di pasar. tahun. Karena itu, dukungan ter- baru, namun tingkat adopsinya
Ia mengingatkan bahwa Indo- Menurut Febrian, kebijakan hadap penelitian menjadi mutlak,” masih rendah. Untuk mengejar
nesia pernah mencapai masa pangan tidak boleh sepenuhnya tegasnya. keter tinggalan produktivitas dari
keemasan perberasan pada tahun diserahkan pada mekanisme pasar, Selain teknologi, Sahara juga me- negara ASEAN lain, perlu ada sistem
1983–1985. Namun, capaian tersebut karena stabilitas beras berkaitan lang- nyoroti pentingnya pem bangunan penyediaan benih unggul yang lebih
hanya berlangsung singkat. Kini, sung dengan kesejahteraan masya- infrastruktur pertanian, ter utama efisien dan terintegrasi.
dengan berbagai tantangan baru rakat luas dan stabilitas nasional. irigasi, serta peningkatan kapasitas Untuk mengembalikan kejayaan
seperti pertumbuhan penduduk dan Sementara itu Guru Besar IPB sumber daya manusia pertanian. perberasan nasional ternyata masih
perubahan iklim global, Indonesia University sekaligus Direktur ITAPS, “Tanpa petani yang terampil dan banyak pekerjaan rumahnya.
perlu memiliki strategi dan visi Prof. Dr. Sahara, mengungkapkan sistem yang mendukung, inovasi Herman/Yul