Page 68 - Nanos Gigantos Humeris Insidentes
P. 68
yang direncanakan secara langsung atau tidak langsung, batal
demi hukum (Indische Staatsblad 1875 No. 179).
Di esai ini Soepomo pada intinya menilai ulang putusan-
putusan pengadilan di berbagai tingkat antara tahun 1917 dan
1936, yang secara langsung atau tidak langsung bersentuhan
dengan larangan pengalihan hak pakai (gebruiksrecht) tanah
rakyat pribumi. Topik pidato yang dipilih Soepomo tampak
terkait dengan perdebatan terakhir di Dewan Rakyat
(Volksraad). Di tahun 1936, C.C. van Helsdingen mengangkat
topik larangan pengalihan hak pakai rakyat pribumi di sesi
debat Dewan Rakyat. Van Helsdingen merasa khawatir atas
kekuasaan Binnenlands Bestuur terkait isu vervreemdingsverbod
yang sangat kuat bila dibandingkan dengan otoritas lembaga
peradilan. Ia berkeinginan ada amandemen yang memperjelas
redaksi dari vervreemdingsverbod sehingga transaksi-transaksi yang
melanggar aturan ini tidak secara otomatis menghilangkan hak
masyarakat pribumi atas tanahnya, seperti yang dikehendaki
dan dilaksanakan oleh Binnenlands Bestuur atas dasar peraturan
Bijblad 3020. Van Helsdingen menghendaki adanya kaji ulang
yang menyeluruh atas putusan-putusan peradilan terkait
vervreemdingsverbod, yang memungkinkan pemikiran baru dan
amandemen atas vervreemdingsverbod yang lebih melindungi hak
rakyat pribumi. Beberapa bulan kemudian, Soepomo tampil di
Kongres Jurist Hindia Belanda dengan karya akademik yang
brilian ini, yang berisikan kaji ulang persis seperti yang dimaksud
van Helsdingen.
Soepomo meneliti hampir semua putusan peradilan terkait
larangan pengalihan hak tanah rakyat pribumi. Paling tidak,
ada delapan bentuk transaksi tanah yang sering digunakan
untuk pengalihan hak, yaitu: penjualan eksekutorial (executoriale
verkooping), pemisahan secara hukum (toescheiding), pembelian
32