Page 164 - Perspektif Agraria Kritis
P. 164
Bagian IV. Konflik & Damai Aceh dari Perspektif Agraria
Indonesia yang turun gunung. Sejumlah perkebunan milik
pemerintah yang tersebar di Aceh, bahkan di Sukabumi, Jawa
Barat, dialokasikan untuk tujuan ini. Yang menarik, kebijakan
ini juga ditujukan kepada pihak TNI: Panglima Komando
Daerah Militer Aceh, Sjamaun Gaharu, mendapatkan konsesi
2.000 ha tanah di Aceh Tengah tidak lama setelah penyelesaian
politik di Aceh berhasil dituntaskan.
Pemerintah juga menempuh kebijakan agraria yang
serupa untuk mengakhiri pemberontakan GAM. Panglima
militer GAM, Muzakir Manaf, ditawari Jusuf Kalla perkebunan
PTPN I di Aceh, uang Rp 60 miliar dan kompensasi lain, asalkan
Muzakir menerima tawaran perdamaian dari pemerintah.
Penyelesaian konflik yang parsial dan prematur ini gagal
karena tidak direspon positif oleh GAM.
Akhirnya, saat lima putaran perundingan damai di
Helsinki di paroh pertama tahun 2005, kebijakan agraria yang
komprehensif berhasil disepakati sebagai bagian dari
kesepakatan penyelesaian konflik Aceh. Lahan pertanian akan
disediakan untuk eks kombatan GAM dan korban konflik
sebagai salah satu program reintegrasi pasca-konflik.
Selain itu, kebijakan agraria yang lebih menyeluruh
terkait kekayaan alam di Aceh juga disepakati sebagai bagian dari
substansi otonomi khusus untuk Aceh. Hal ini mencakup
kewenangan besar Pemerintah Aceh dalam mengelola sumber-
sumber agraria (tanah, hutan, perairan beserta kekayaan
alamnya), proporsi bagi-hasil migas yang lebih menguntungkan
Aceh, dan dana otonomi khusus yang melimpah hingga 2027.
MEMUTUS SIKLUS KONFLIK
Jika kebijakan agraria sejak awal sudah dilibatkan
untuk perdamaian Aceh, lalu mengapakah siklus konflik terus
berulang?
99