Page 180 - Perspektif Agraria Kritis
P. 180
Bagian V. Kiprah NU di Bidang Agraria
Kaidah hifzhu ‘l-mâl ini sebelumnya juga dijadikan
sebagai argumen dalam keputusan Konferensi Jakarta 1961.
Namun, “melindungi harta” di sini dimaknai lebih pada upaya
perlindungan hak milik (hurriyyah at-tamlîk) ketimbang pada
upaya realisasi keseimbangan ekonomi.
“Islam secara mutlak telah memberikan
kebebasan kepada manusia untuk memiliki apa
pun yang mereka inginkan, seperti tanah, harta
bergerak dan apa pun yang bernilai yang masih
dalam batas-batas kebolehan pemilikan harta
dalam Islam.”
Dalam perbandingan demikian, maka Munas Mataram
2017 sesungguhnya adalah satu “arus balik ijtihad” dalam
perbandingan dengan Konferensi Jakarta 1961. Keduanya
memang sama-sama berpijak pada kaidah hifzhu ‘l-mâl.
Namun, Munas menjadikan kaidah ini sebagai landasan untuk
mengafirmasi kebijakan pemerataan ekonomi. Sementara itu,
Konferensi Jakarta justru menggunakannya sebagai dalil
untuk melindungi hak setiap orang “memiliki seberapa pun
jumlah harta yang diinginkan dengan beragam bentuk dan
5
macamnya.”
DISTRIBUSI
Dalam literatur land reform, distribusi berarti suatu
kebijakan pembagian tanah oleh negara kepada para petani
miskin yang tidak bertanah (tunakisma) atau yang bertanah
sempit (gurem). Sumber tanah yang dibagikan itu biasanya
berasal dari negara sendiri, atau jika dari entitas privat (baik
individu atau korporasi) maka pihak terakhir ini memperoleh
kompensasi penuh. Dengan kata lain, ia adalah positive-sum
reform yang tidak disertai dengan pengambilalihan sumber
5 Lihat uraian penulis pada bab berikutnya mengenai context of
discovery dari keputusan Konferensi 1961 ini.
115