Page 184 - Perspektif Agraria Kritis
P. 184
Bagian V. Kiprah NU di Bidang Agraria
“Di satu sisi ada pihak-pihak tertentu [yakni,
konglomerat dan pengusaha] yang memiliki
jutaan hektare lahan, tetapi di sisi lain ada
rakyat yang tidak memiliki lahan.”
Dalam kondisi demikian, keputusan Munas Mataram
menegaskan bahwa:
“… negara boleh meminta kembali lahan-lahan
dari mereka untuk diberikan kepada pihak-
pihak yang membutuhkan.”
Demikianlah, seperti bisa disimak bersama, terdapat
kontras yang tajam antara ijtihad agraria yang dikeluarkan
Konferensi 1961 dengan yang dikeluarkan Munas 2017. Pada
Tabel 9.1 di bawah (lihat lampiran bab ini), kontras di antara
kedua ijtihad agraria NU ini akan dirangkumkan, khususnya
perbedaan mengenai konsepsi hak milik, perlindungan hak
milik, distribusi, dan (re)distribusi tanah.
SOLUSI KONKRET
Tidak hanya ijtihad keagamaan pada aras normatif,
beberapa kebijakan konkret juga diusulkan oleh Munas 2017
kepada pemerintah. Untuk menjalankan kebijakan distribusi
dan redistribusi, forum bahtsu ‘l-masâil mengajukan empat
usulan berikut ini kepada pemerintah: (1) menarik kembali
tanah-tanah yang terlanjur didistribusikan secara berlebihan
kepada korporasi; (2) menarik kembali tanah Hak Guna Usaha
(HGU) yang tidak dimanfaatkan, atau dimanfaatkan secara
tidak semestinya; (3) membatasi HGU untuk pengusaha baik
terkait luasan maupun masa berlakunya; (4) mendistribusikan
tanah-tanah yang dikuasai negara (termasuk yang berasal dari
penarikan tanah korporasi) kepada fakir miskin dalam bentuk
hak milik atau hak garap, dengan prinsip keadilan.
Sejalan dengan hal ini, dokumen rekomendasi Munas
2017 juga mendesak pembatasan korporasi dalam penguasaan
119