Page 181 - Perspektif Agraria Kritis
P. 181
Perspektif Agraria Kritis
daya dari satu pihak untuk dibagikan kepada pihak yang lain
(Borras & Franco 2008).
Munas Mataram secara tegas menyatakan kewenangan
negara untuk menjalankan kebijakan distribusi tanah ini, yaitu
dengan membagikan tanah negara kepada masyarakat
berdasarkan prinsip keadilan. Kebijakan pembagian tanah ini
dijustifikasi dengan apa yang dalam khazanah fikih Islam
dikenal dengan istilah iqthâ’, yakni pemberian tanah yang
dapat berwujud hak milik (disebut iqthâ’ tamlîk) maupun hak
garap/hak guna (disebut iqthâ’ ghayr tamlîk).
Adapun penentuan luas tanah yang diberikan ini harus
didasarkan pada pertimbangan “kemampuan pengelola dan
rasa keadilan.” Pemberian tanah yang melebihi kemampuan si
penerima harus dihindari karena hanya akan menjadikan
tanah itu terlantar. Selain itu, penentuan luas tanah juga harus
mengindahkan pertimbangan rasa keadilan. Sebab, pemberian
tanah kepada pihak tertentu secara berlebihan dan menciderai
rasa keadilan akan “berakibat mengurangi apa yang
semestinya menjadi hak pihak lain.”
Konferensi Jakarta 1961 sama sekali bungkam terkait
kebijakan distribusi. Namun, patut diduga bahwa forum ini
sebenarnya tidak memiliki keberatan terhadap kebijakan yang
bersifat positive-sum reform semacam ini. Hanya saja, para
peserta konferensi tampaknya kurang memahami bahwa land
reform juga dapat berbentuk kebijakan distribusi. Bias
penilaian semacam ini agaknya banyak dipengaruhi oleh
gejolak “aksi sepihak” yang sangat massif di masa itu yang
menyasar tanah-tanah pertanian milik pribadi yang melebihi
6
batas maksimum.
6 Perlu dicatat bahwa konflik horizontal di sektor pertanian rakyat
ini telah menyebabkan perkebunan kolonial dan tanah kehutanan
lolos dari sasaran pelaksanaan land reform. Pergeseran sasaran
utama land reform ini merupakan konsekuensi yang tak terelakkan
116