Page 75 - Perspektif Agraria Kritis
P. 75
Perspektif Agraria Kritis
4. Bahan tambang yang mencakup beragam bahan mineral
seperti emas, bijih besi, timah, tembaga, minyak, gas,
intan, batu-batu mulia, fosfat, pasir, batu, dan lain-lain.
5. Udara yang mencakup bukan saja “ruang di atas bumi dan
air”, tetapi juga materi udara itu sendiri yang arti
pentingnya terasa semakin besar di tengah perubahan
iklim global belakangan ini.
Cakupan semacam ini penting ditekankan mengingat
masih banyak pihak yang salah memahami istilah sumber-
sumber agraria dengan mereduksi artinya sebatas tanah
belaka. Bahkan Ketetapan MPR RI No. IX/MPR/2001 tentang
Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam tidak
luput dari kerancuan semacam ini. Seperti ditunjukkan Sitorus
(2002: 25-26), konsideran TAP MPR ini menggunakan istilah
“sumber daya agraria” yang maknanya disamakan dengan
“sumber daya alam”. Namun, pada Pasal 5, lingkup “sumber
daya agraria” lantas dipersempit dan diartikan tanah semata.
Secara sengaja, buku ini juga menghindari pemakaian
istilah “sumber daya agraria” seperti digunakan dalam TAP
MPR di atas. Sebab, istilah ini terlalu denga kon
aspek ekonomi. Padahal, ada banyak aspek lain yang juga
melekat pada bumi, air, ruang angkasa, dan kekayaan alamnya,
seperti aspek sosial, budaya, politik, keamanan, dan bahkan
spiritual. UUPA sendiri menegaskan bahwa sumber-sumber
agraria yang berada di wilayah kedaulatan Republik Indonesia
adalah “karunia Tuhan Yang Maha Esa” dan merupakan
“kekayaan nasional” (Pasal 1 ayat (2)). Dengan kata lain,
sumber-sumber agraria mengandung bobot religiusitas dan
kebangsaan yang kental sehingga pengertiannya tidak dapat
direduksi sebatas pada nilai ekonominya semata.
Hubungan bangsa Indonesia dengan sumber-sumber
agraria yang bersifat multi-aspek ini oleh Pasal 1 ayat (3) UUPA
bahkan dinyatakan sebagai sebuah “hubungan yang bersifat
10