Page 82 - Perspektif Agraria Kritis
P. 82
Bagian I. Pendahuluan
demikian juga hasil kerja-kerja domestik yang tidak dibayar.
Akhirnya, pertanyaan keempat terkait ragam pemanfaatan
hasil kerja tersebut di antara pihak-pihak yang terlibat dalam
proses produksi. Misalnya, apakah hasil kerja itu dipergunakan
untuk konsumsi dan reproduksi demi sekedar mempertahankan
skala produksi yang sama dari waktu ke waktu (yakni, simple
reproduction). Ataukah hasil itu dapat dipergunakan untuk
akumulasi dan perluasan (yakni, expanded reproduction)—hal
mana hanya mungkin dilakukan oleh mereka yang memiliki
skala produksi yang besar dan berhasil mendapatkan surplus
yang melimpah. Seperti terlihat, kedua pertanyaan ini terkait
dengan relasi sosial agraria yang keempat, yaitu mengenai
penciptaan surplus beserta dinamika akumulasi, ekspansi dan
distribusinya.
Akhirnya, pertanyaan kunci kelima—yang diimbuhkan
White (2011)—mulai memasuki tataran ekologi politik, yaitu
menyangkut politik agraria-lingkungan dari pihak-pihak yang
berkepentingan—termasuk mereka yang justru tidak terlibat
sama sekali di dalam aktivitas produksi. Mereka ini bahkan
dapat memiliki kepentingan yang berlawanan sama sekali dari
para petani/nelayan/peternak produsen (umpamanya:
lembaga konservasi versus pertanian rakyat, perusahaan
tambang versus komunitas adat, dan sebagainya). Pertanyaan
terakhir ini sebenarnya berkaitan erat dengan relasi sosial
agraria yang pertama dan kedua (penguasaan dan pemilikan
serta penggunaan dan pemanfaatan sumber-sumber agraria),
hanya saja tatarannya pada level lansekap dan bukan sekedar
unit usaha pertanian/peternakan/perikanan yang paling kecil
(yakni, petak sawah/ladang, padang penggembalaan, wilayah
penangkapan ikan).
Melalui ilustrasi kelima pertanyaan kunci ini menjadi
kian jelas apa yang disinggung di atas sebagai asumsi dasar
“perspektif agraria kritis”, yaitu bahwa semua relasi sosial
agraria selalu diwarnai oleh kontestasi dan bahkan dominasi.
17