Page 84 - Perspektif Agraria Kritis
P. 84
Bagian I. Pendahuluan
mana? Orang Marind berpikir ke depan dan mempertimbangkan
keadilan antar generasi. Kegelisahan utama mereka ketika
berbagai tawaran uang untuk ditukar dengan tanah berdatangan
adalah bagaimana mereka bisa menyediakan alam bagi kehidupan
anak-cucu selanjutnya? Tepat di titik ini, janji perusahaan untuk
menyekolahkan anak-anak mereka serta menjadikan para
pemuda sebagai pegawai perusahaan seolah memberi jawab atas
kegelisahan itu… Tetapi, dengan seribu keprihatinan dalam batin,
sampai hari ini tidak ada yang nyata. Janji itu kosong.
Memberi mimpi, menyodorkan janji, memberikan tekanan-
tekanan pada ketaatan terhadap supremasi hukum nasional, dan
menjatuhkan stigma gerakan separatis adalah beberapa cara saja
yang digunakan untuk menciptakan kondisi sehingga orang tidak
memiliki pilihan lain kecuali menyerahkan tanah (hlm. 66-68).
Satu cerita dari tanah Zanegi … menghadirkan banalnya ingkar
janji perusahaan. Medco mulai beroperasi di tanah kampung
orang Zanegi sejak 2008. Medco bisa mendapat restu setelah
meminang tanah Zanegi dengan kompensasi 300 juta rupiah ... Di
balik mulusnya acara pinangan, terucap janji Bupati Gebze bahwa
suatu saat Zanegi akan menjadi kota kecil. Bukan hanya alam…, …
manusia Zanegi juga akan “diolah”: disekolahkan, diberi
pelatihan, dari tidak tahu menjadi tahu.
Alam yang diolah itu, siapa yang menerima keuntungan?...
Apabila diperbandingkan antara penerimaan orang Zanegi dari
kompensasi kayu dan harga kayu jika dijual ke pengusaha kayu
lokal, didapat perbandingan sebagai berikut:
Pembayaran Harga Kayu Pengusaha
oleh Medco Lokal/Merauke
Operator Gergaji Rp 20.000 Rp 50.000 s/d Rp
Mesin 100.000
Kontraktor Rp 7.000 -
Pengawas
Pemilik Dusun Rp 2.000 Rp 50.000 s/d Rp
100.000
Jenis dan Ukuran Semua jenis Kayu pilihan untuk
Kayu kayu dan bangunan dengan
ukuran diameter lebih dari 50
cm
Keadaan hutan Hutan dibabat Hutan tebang pilih,
habis tidak dibongkar semua
Manusia yang akan “diolah” dari tidak tahu menjadi tahu,
bagaimana kenyataannya? Hingga 2011, 49 pemuda kampung
bekerja di perusahaan sebagai Buruh Harian Lepas (BHL). Tetapi,
19