Page 83 - Perspektif Agraria Kritis
P. 83
Perspektif Agraria Kritis
Konsekuensinya, unsur-unsur ketimpangan dan ketidakadilan
dapat selalu merebak di dalamnya, kendati bentuknya bisa
berubah-ubah dari waktu ke waktu. Di sini menjadi penting
untuk kemudian memformulasikan secara eksplisit apa saja
persoalan agraria yang mencerminkan kondisi ketimpangan
dan ketidakadilan tersebut.
KONSTRUKSI PERSOALAN AGRARIA
Sebelum mulai merumuskan persoalan agraria secara
konseptual, ada baiknya uraian diawali terlebih dulu dengan
kasus konkret yang bisa menunjukkan bagaimana manifestasi
dari persoalan agraria ini secara empiris. Dalam Kotak 1.1 di
bawah dicantumkan deskripsi yang cukup padat mengenai
sejarah “transformasi agraria-lingkungan” yang berlangsung
pada masyarakat Marind di Kabupaten Merauke, Papua.
Kotak 1.1. Problem Agraria pada Masyarakat Marind, Papua
(Dikutip dari Savitri 2013)
Empat puluh enam perusahaan diundang masuk ke Merauke
dalam rangka membangun dan menciptakan pertumbuhan
ekonomi melalui mega-proyek bernama MIFEE [Merauke
Integrated Food and Energy Estate]… perusahaan yang datang ke
kampung dan menjanjikan perubahan disambut seperti kehadiran
mesias Sang Pembebas dan mereka diterima oleh warga dengan
hati terbuka. Warga kampung bertutur mereka terharu ketika
orang dari perusahaan berjanji akan membantu masyarakat untuk
membangun gereja, menyekolahkan anak-anak sampai perguruan
tinggi, membantu penerangan kampung, air bersih, dan
sebagainya… Sebagai balasan, warga kampung bersedia
menyerahkan tanah mereka untuk dimanfaatkan atau diolah
perusahaan menjadi kebun kayu akasia, kebun tebu, kebun sawit,
sampai kebun singkong… (hlm. 56-61).
Ketika perusahaan Rajawali datang meminta tanah orang
Domande yang berisi rawa sumber air dan hutan perawan, yaitu
tanah yang tidak termasuk dalam wilayah yang mereka berikan,
pertanyaan mereka adalah: Kami juga mau kami punya hidup
maju. Tapi kalau hutan ditebang habis, baru kasuari, buaya, ke
18