Page 90 - Perspektif Agraria Kritis
P. 90
Bagian I. Pendahuluan
terhadap “perubahan agraria-lingkungan” tersebut. Ketiga,
penelusuran yang sama juga harus mencermati jangkauan
pengaruh dari masing-masing faktor/aktor yang telah
diidentifikasi itu: apakah bersifat lokal, nasional atau global.
Kontekstualisasi progresif semacam di atas membawa
konsekuensi pada keharusan menganalisis persoalan agraria
dari beragam disiplin dan kajian; sesuatu yang memang amat
ditekankan oleh “perspektif agraria kritis” sebagai pendekatan
komparatif dan inter-disipliner. Pada level terkecil dalam
sistem pertanian, yaitu plot usahatani, apa yang menjadi fokus
kajian adalah pola budidaya (farming). Hal ini memerlukan
analisis menyangkut aspek teknis budidaya yang antara lain
dapat dipenuhi oleh disiplin AGRONOMI, EKOLOGI dan BIO-
TEKNOLOGI. Setingkat lebih tinggi adalah unit produksi di
mana fokus kajiannya terletak pada sistem tenurial dan pola
nafkah. Fokus ini membutuhkan analisis menyangkut aspek
sosio-agraria yang antara lain dapat dipenuhi oleh KAJIAN
AGRARIA dan KAJIAN SOSIAL-EKONOMI PERTANIAN.
Selanjutnya, pada level bentang alam, fokus kajian
adalah menyangkut sistem agro-ekologi. Di sini dibutuhkan
analisis terhadap aspek kewilayahan (dalam arti eco-region)
yang bisa dipenuhi antara lain oleh AGRO-GEOGRAFI, GEOGRAFI
POLITIK dan STUDI LINGKUNGAN KRITIS. Terakhir, pada level
teritori yurisdiksi, apa yang menjadi fokus kajian adalah sistem
tata pengurusan. Di sini dibutuhkan analisis mengenai rezim
regulasi dan kebijakan dalam konteks kontestasi antar-aktor;
hal mana dapat dipenuhi oleh EKOLOGI POLITIK.
Secara skematis, kontekstualisasi berjenjang atas
empat persoalan agraria di atas dapat diilustrasikan dengan
menempatkan Gambar 1.2 pada unit-unit analisis yang
berjenjang berikut tipe analisis apa yang dibutuhkan pada
masing-masing jenjang itu. Hal ini menghasilkan satu bagan
sebagaimana disajikan dalam Gambar 1.3 di bawah ini.
25