Page 95 - Perspektif Agraria Kritis
P. 95
Perspektif Agraria Kritis
mencermati kecenderungan yang bersifat ideologis, yaitu
“orientasi untuk mempromosikan hak milik privat, biasanya
bersifat individual, atas tanah melalui mekanisme yang
dianggap paling efisien secara finansial dan administratif”
(Ibid.: 3). Dalam arti ini, konsep land governance dikritik
keduanya sebagai “persoalan tata pengurusan yang terbatas
dalam arti teknis dan administratif, alih-alih merupakan
persoalan demokratisasi akses atas, dan kontrol terhadap,
sumber-sumber kesejahteraan dan kekuasaan” (Ibid.: 2).
Dalam wacana pembangunan hegemonik ini, tanah
terutama diterima dan diperlakukan sebagai “benda” (things);
sesuatu yang bisa diukur, ditangani dan diurus secara teknis.
Padahal, persoalan tanah ini tidak bisa dilihat dan didekati
dalam kesendiriannya (in isolation) serta terlepas dari isu-isu
kemasyarakatan yang lebih luas. Alih-alih, seperti telah
diuraikan sebelumnya, tanah maupun sumber-sumber agraria
lainnya selalu dilibatkan dalam relasi-relasi agraria (teknis
maupun sosial) yang sangat kompleks oleh berbagai pihak
yang berkepentingan. Di dalamnya bukan hanya berlangsung
kerjasama dan kolaborasi, melainkan juga dinamika kompetisi
dan bahkan dominasi yang pada gilirannya turut melahirkan
ketimpangan dan eksploitasi. Mengutip penjelasan Borras &
Franco (2010: 9):
“… ‘land governance’ membentuk dan dibentuk
(ulang) oleh interaksi yang berlangsung di
antara berbagai kelompok dan kelas yang
berlainan dalam masyarakat maupun negara
(dengan kepentingan yang saling bersaingan)
dalam suatu kontestasi yang tiada putus untuk
mendapatkan kontrol yang efektif atas, di
antaranya, kemakmuran berbasis tanah. Hal ini
biasanya diperebutkan oleh aktor-aktor negara
di tingkat nasional, elite ekonomi dan politik di
tingkat daerah, dan kaum miskin pedesaan.”
30