Page 94 - Perspektif Agraria Kritis
P. 94

Bagian I.  Pendahuluan



              badan  pemerintah,  istilah  ini  cenderung  ditekankan—atau
              lebih  tepatnya,  dikunci—pada  pengertiannya  yang  bersifat
              teknis  dan  manajerial  semata.  Sementara  itu,  konteks  lebih
              luas yang melingkupi maupun pertarungan sosial di seputarnya
                                              5
              cenderung diabaikan sama sekali.
                     Dengan  cakupan pengertian yang sebatas teknis dan
              manajerial  semacam  inilah  istilah  “tata  pengurusan”  lantas
              dilekatkan pada “tanah”. Kata terakhir ini pun dimaknai secara
              netral, terlepas sama sekali dari muatan politisnya. Dari sinilah
              sebenarnya  asal  muasal  kelahiran  konsep  land  governance
              (“tata pengurusan tanah”) yang dewasa ini merupakan salah
              satu  konsep  yang  sangat  hegemonik  dalam  wacana
                                   6
              pembangunan global.
                     Seperti  kritik  yang  diajukan  Borras  &  Franco  (2010),
              konsep land governance ini lebih memedulikan cara-cara yang
              paling  efisien,  termasuk  dengan  memanfaatkan  kemajuan
              teknologi  informasi,  di  dalam  menyelenggarakan  administrasi
              berbagai  isu  pertanahan,  seperti  pemetaan  berbasis  satelit,
              pemetaan  kadaster,  sertipikasi  tanah,  sistem  informasi  tanah,
              dan semacamnya. Di balik  kesemuanya itu Borras & Franco


              5  Tania Li (2012: 12) menyebut kecenderungan menyempitkan suatu
              persoalan pada aspek teknis dan manajerial ini sebagai “teknikalisasi
              permasalahan”.
              6  Dalam pemakaiannya yang lebih luas, istilah good governance (“tata
              pengurusan yang baik”) juga mengalami proses distorsi yang serius.
              Seperti diuraikan Mkandawire (dikutip dalam Hidayat 2016), gagasan
              good governance secara historis bermula dari diskursus para akademisi
              di kawasan Afrika dalam rangka merancang konsep pembangunan
              yang tidak saja mengejar pertumbuhan ekonomi yang tinggi, namun
              juga  mewujudkan  kehidupan  sosial-politik  yang  demokratis  dan
              inklusif. Ironisnya, wacana ini kemudian diambil alih lembaga donor
              internasional,  khususnya  World  Bank,  untuk  memaksakan  kondisi
              good  governance  pada  negara-negara  penerima  bantuan  dan/atau
              pinjaman yang ditandai terutama oleh kesediaan untuk melakukan
              berbagai perubahan struktural  dalam rangka liberalisasi kebijakan
              ekonomi (structural adjustment).

                                           29
   89   90   91   92   93   94   95   96   97   98   99