Page 132 - Jurnal Sejarah Abad Historiografi Pendidikan Indonesia
P. 132
Di Antara Dua Pilihan: Guru Sejarah atau Pekerja | 127
rah dalam mempraktikkan ilmunya. mulai diterapkan, bisa saja seseorang akan
Program studi pendidikan sejarah di meraih predikat tertinggi hanya sebagai
Indonesia perlu segera menyikapi arus pekerja. Lebih parah lagi, kemungkinan
transformasi teknologi digital. Kiner- terburuknya dia akan kehilangan peker-
ja yang difokuskan untuk menghasilkan jaannya.
guru sejarah yang kreatif dan inovatif ti- Wacana tentang terminologi “peker-
dak lagi sekedar tantangan, namun strategi ja” tidak akan lepas dari diskursus filsafat
dan gerakan yang sangat aktual untuk di- para ahli pragmatik klasik dari John Dew-
representasikan. Keputusan menghasilkan ey yang memaknai pekerja dalam konteks
calon guru sejarah atau guru yang notabene ukuran kebijakan institusional, sedangkan
bekerja untuk industri adalah pilihan. Akan aliran neoklasik menganggap pekerja se-
tetapi, idealisme untuk memproduksi guru bagai komoditi sebuah aktivitas ekonomi.
sejarah yang profesional adalah pilihan (David C. Jacobs dan Joel Samuel Yud-
utama. ken, 2003) Pada kamus Bahasa Indonesia
Strategi mempersiapkan mahasiswa (https://kbbi.web.id.), kata pekerja artinya
calon guru sejarah melalui kurikulum orang yang bekerja, menerima upah atau
formal maupun yang tersembunyi (Hid- hasil kerjanya. Pekerja disebut juga buruh
den curriculum) adalah representasi sikap atau karyawan. Di Indonesia, buruh mer-
membentuk profesionalisme guru sejarah. upakan terminologi orang yang bekerja
Pada elemen pragmatis, hidden curriculum pada suatu perusahaan namun posisinya
juga dapat diterapkan secara dinamis pada dalam konteks kultural hierarkinya rendah,
program magang mahasiswa, optimalisasi sedangkan pekerja atau karyawan dimak-
pemanfaatan fungsi laboratorium, Program nai buruh namun menempati hierarki yang
Profesi Guru (PPG) yang dilengkapi fasil- lebih tinggi dibandingkan buruh.
itas asrama, sekaligus memberdayakan Pada era teknologi dalam konsep vir-
esensi konsep asrama mahasiswa sesuai tual sekarang ini, budaya merupakan ilmu
petunjuk teknis dan paradigmanya. Jika yang kontekstual. Ketika Marc Bousquet
semua program itu dilaksanakan sesuai mengargumentasikan bahwa ke depan, gu-
kompetensi, manfaat dan luarannya akan ru-guru profesional berpeluang digantikan
relevan dengan visi misi yang diidealkan oleh teknologi virtual, maka tidak akan ada
secara institusional. Sebaliknya, terdapat lagi guru yang mengajar dan kelas secara
mahasiswa pendidikan sejarah yang lemah faktual akan punah. Dalam kelas virtual,
ide dan intuisi ketika bekerja di laborato- guru tidak mentransfer ilmu alias tidak
rium lapangan, maka resikonya juga akan mengajar siswa. Di kelas virtual guru dipo-
berdampak pada lemahnya sikap mental sisikan sebagai mediator antara siswa dan
pedagogis yang diperlukannya. Kondisi materi ajar yang diunduh secara leluasa se-
itulah yang akan membentuk kerawanan cara daring. Kondisi itu membuka peluang
moral dan karakter seseorang. Sehing- bagi siswa menemukan sendiri konteks
ga, ketika fenomena sosial berupa alih pedagogis melalui ketersediaan data yang
teknologi didefinisikan sebagai revolusi berlimpah dari media internet. Bagaimana
kolosal menuju digitalisasi secara intensif mengadaptasi realitas sosial tersebut?
Vol. 03 | No. 1 | Juni 2019