Page 127 - Jurnal Sejarah Abad Historiografi Pendidikan Indonesia
P. 127

122 | Wahyu Purwiyastuti

           hingga migrasi guru yang mumpuni ke area  dikotomi konsep siswa dan pekerja melalui
           industri. Beberapa elemen tematis yang di-  kepercayaan  bahwa  teknologi  informasi
           maksud Bousquet barangkali akan/dan se-     menjadi  “bahan  bakar”  perubahan.(Marc
           dang terjadi di dalam lingkup pendidikan  Bousquet, 2008: 56) Komodifikasi pendi-
           Indonesia. Karakteristik bangsa Indonesia  dikan tidak hanya cukup diukur berdasar-
           yang multikultur dan secara geografis be-   kan  luaran,  apakah  hasilnya  “lebih  baik”
           rada pada limitasi kepulauan secara tidak  atau  “lebih  buruk”  dibandingkan  pendi-
           langsung mempengaruhi kemampuan me-         dikan non komoditi. Lebih lanjut yang
           monitor berlangsungnya sistem pendidikan  patut  dicermati  adalah  komodifikasi  in-
           nasional yang diidealkan. Berbagai kenda-   formasi mewakili peningkatan eksploitasi
           la serta kurang meratanya akses pelayanan  tenaga kerja. Pengajaran oleh guru di era
           publik dapat dimaklumi. Fobia kehadiran  informasi sekarang ini penuh dialektika
           kelas virtual di era teknologi informasi tak  dan kemudian melahirkan implikasi untuk
           perlu dirisaukan, namun yang paling uta-    mereformasi proses pembelajaran di kelas.
           ma adalah menyiapkan mental dan strate-     (Marc Bousquet, 2008: 85)
           gi yang jitu untuk memperhatikan layanan        Persoalan yang hingga kini belum tun-
           pendidikan Indonesia yang berkualitas.      tas adalah reaksi LPTK menjawab tantan-
               Marc Bousquet cukup intens mengkaji  gan transformasi budaya tersebut.  Dalam
           implikasi transformasi teknologi informasi  tulisan Agus Suwignyo (Kompas, 25 No-
           dalam  rangka mengatasi  kerisauan  seka-   vember 2009) digambarkan tentang trans-
           ligus menemukan solusinya. Pada bagian  formasi Institut Keguruan dan Ilmu Pendi-
           akhir narasi bukunya yang berjudul “The  dikan (IKIP)  menjadi  universitas mampu
           informal economy of the information uni-    melahirkan ilmuwan berjiwa guru. Trans-
           versity” (bab kedua), Bosquet memperke-     formasi  tersebut  dimaksud  mempertegas
           nalkan pemikiran Samuel Bowles dan Her-     syarat  bahwa  guru  pertama-tama  adalah
           bert Gintis yaitu dikotomi “siswa (student)”  ilmuwan. Sebagaimana terbersit keraguan
           atau “pekerja (worker)”. Kedua terminolo-   melalui tulisan itu, bahwa setelah 20 tahun
           gi  itu  memiliki  makna  yang  luas  karena  negara mengidealkan peningkatan kompe-
           Bowles mengamati lebih dari sekedar kon-    tensi guru, hasilnya masih jauh dari hara-
           teks luaran (output) pendidikan dalam ku-   pan. Kadar keilmuan calon guru yang la-
           run waktu tertentu. Dia sangat visioner se-  hir melalui IKIP dan Sekolah Pendidikan
           bagaimana  pemikirannya  dilukiskan oleh  Guru (SPG) justru  mampu  menunjukkan
           Marc Bosquet dalam bukunya. Bowles dan  kompetensi keguruan secara relatif purna.
           Gintis memposisikan  universitas sebagai        Produk-produk pembelajaran apa saja
           wahana memproduksi pengetahuan, bukan  yang  telah  dirancang  dan diberdayakan
           memproduksi orang.(Marc Bosquet, 2008:  agar turut mengkonstruksi dunia kerja
           87)  Teknologi  informasi  oleh  Bousquet  yang diperlukan mahasiswa FKIP? Berag-
           disebut dengan istilah “maha kuasa” kare-   am  aktivitas  berbasis  penguatan  budaya
           na  mampu menggerakkan  arus informasi  belajar  diasumsikan berkontribusi mem-
           di ranah institusi pendidikan tinggi. Bah-  bentuk konsep pekerjaan yang akan dige-
           kan, dia mengawali deskripsinya tentang  luti mahasiswa calon guru. Fakultas dan



               Jurnal Sejarah
   122   123   124   125   126   127   128   129   130   131   132